Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menduga ada kriminalisasi dalam kasus hukum yang menjerat Hasto Kristiyanto. Hal ini setelah permohonan praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP itu ditolak atau digugurkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Juru bicara PDIP, Ronny Talappesy menilai putusan tersebut hasil dari akal-akalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlihat dari sikap KPK yang tidak menghadiri sidang praperadilan pada Senin 3 Maret 2025. Namun KPK justru mempercepat proses pemberkasan sehingga kasus Hasto bisa disidangkan pada Kamis 6 Maret 2025.
"Ini akal-akalan KPK saja persidangan pada tanggal 3 Maret mereka sampaikan belum siap sehingga tidak hadir, tapi ternyata mempercepat berkas untuk disidangkan melalui tahap dua Kamis, tanggal 6 Maret 2025," ujarnya
Saat berbicara kepada awak media, Senin 10 Maret 2025, Ronny juga menyesalkan sikap KPK yang tidak mengindahkan pengajuan saksi oleh pihak Hasto. Padahal sesuai pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersangka bisa mengajukan saksi yang meringankan di tingkat penyidikan. Tapi KPK tidak mengindahkannya
"Padahal kami hari Rabu, tanggal 5 Maret 2025, juga sudah mengajukan saksi yang meringankan ke KPK sesuai dengan pasal 65 KUHAP 'tersangka bisa mengajukan saksi yg meringankan di tingkat penyidikan'', itu juga tidak diindahkan oleh KPK," ujarnya.
Ronny pun menduga ada pihak tertentu yang sengaja ingin mengganggu PDIP. Caranya dengan melakukan kriminalisasi terhadap Hasto. Dugaan itu semakin kuat lantaran dikabarkan penahanan Hasto adalah pesanan pihak-pihak tersebut.
"Dugaan kriminalisasi makin kuat bahwa penahanan politik ini diorder oleh pihak-pihak yang punya kepentingan politik untuk mengganggu PDI Perjuangan," kata Ronny.
Sebelumnya hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Afrizal Hady menyatakan permohonan Praperadilan yang dimohonkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 gugur.
Keputusan tersebut lantaran berkas Hasto telah dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Sehingga hakim praperadilan tidak berwenang memeriksa dan mengadili.
"Mengadili: satu, menyatakan permohonan Praperadilan oleh pemohon gugur," ujar hakim dalam amar putusannya di PN Jakarta Selatan, Senin 10 Maret 2025.
Dalam pertimbangannya, hakim mendasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021 yang menyatakan pemeriksaan Praperadilan gugur jika berkas perkara tindak pidana telah dilimpahkan ke pengadilan.
Dalam hal hakim Praperadilan tetap memutus dan mengabulkan permohonan pemohon, putusan tersebut tidak menghentikan pemeriksaan perkara pokok.
Praperadilan yang diajukan Hasto merupakan kali kedua. Sebelumnya, pada Kamis 13 Februari 2025, hakim tunggal PN Jakarta Selatan Djuyamto menyatakan tidak menerima menolak permohonan praperadilan Hasto. Saat itu Hasto mempermasalahkan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Menurut hakim, seharusnya permohonan dibuat secara terpisah. Atas dasar itu, Hasto mengajukan dua permohonan Praperadilan yang teregister dengan nomor perkara: 23/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel (kasus suap) dan 24/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel (perintangan penyidikan).
KPK resmi menahan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan perkara buron Harun Masiku, Kamis 20 Februari 2025. Hasto ditahan setelah menjalani pemeriksaan kedua sebagai tersangka.
Hasto terlihat keluar dari ruang pemeriksaan mengenakan rompi tahanan oranye pada pukul 18.08 WIB. Kedua tangan Hasto pun terlihat sudah terborgol.
Berkas perkara kasus tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat 7 Maret 2025. Sidang perdana pokok perkara tersebut akan dilaksanakan pada Jumat 14 Maret 2025.