Rokok Ilegal Laku Keras, Kemenperin: Beda Harga dengan Rokok Legal Tinggi

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut harga rokok legal lebih tinggi akibat pajak dan cukai yang mencapai 70 persen 

Beberapa merek rokok ilegal yang banyak beredar di masyarakat

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara soal maraknya peredaran rokok ilegal. Kemenperin menyebut salah satu pemicunya adalah gap atau perbedaan harga yang cukup tinggi antara rokok ilegal dan legal.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Agro (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengatakan harga rokok legal jauh lebih mahal dari rokok ilegal akibat beban pajak dan cukai yang porsi cukup besar dalam struktur harga rokok, yakni sekitar 70 persen. 

Putu Juli menuturkan sekitar 70 persen dari harga rokok masuk ke kas pemerintah melalui pajak dan cukai. Hal ini menjadikan  rokok sangat sensitif terhadap kenaikan cukai. Kondisi inilah yang memicu konsumen beralih ke rokok ilegal.

"Karena rokok ini sangat sensitif sekali ya terhadap cukai, dan kalau ada kenaikan itu terjadi shifting, jadi baik golongan maupun jenisnya," katanya.

Saat memberikan keterangan kepada awak media, Rabu 8 Oktober 2025, Putu Juli menerangkan perbedaan harga akibat adanya 70 persen komponen biaya cukai dan pajak menciptakan ketimpangan harga yang cukup siginifikan antara rokok legal dan ilegal. 

"Kalau sekarang yang 70 persen itu tidak diambil, bisa dibayangkan. Playing field-nya sudah tidak seimbang, sangat jauh jomplangnya," ujar Putu.

Peraih gelar Magister Manajemen Studi Kebijakan Publik di Universitas Tsubaku, Jepang ini menambahkan akibatnya saat ini pelaku usaha mencari celah agar bisa mengedarkan rokok ilegal 

"Orang itu dengan cukai yang tinggi, keinginan untuk mengedarkan rokok ilegal maka akan tinggi sekali. Dengan tidak ada komponen 70 persen, maka harga rokoknya bisa sangat murah dia jual dibandingkan dengan yang melakukan secara legal," ucap Putu Juli.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026. Purbaya menilai tarif cukai rokok yang saat ini mencapai 57 persen sangat tinggi. 

Bahkan saat memberikan keterangan, Senin 22 September 2025, Purbaya menyebut tarif cukai rokok seperi Firaun. Purbaya mengaku kaget dengan tingginya tarif CHT yang menurutnya berpotensi besar mengganggu iklim bisnis industri hasil tembakau.

"Saya tanya, kan, cukai rokok gimana? Sekarang berapa rata-rata? 57 persen, wah tinggi amat, Firaun lu," katanya. 

Purbaya mengakui tingginya tarif CHT selama ini turut menekan penerimaan negara. Pasalnya saat tarif rendah pendapatan negara cenderung lebih tinggi.

"Terus, kalau turun gimana? Ini bukan saya mau turunin, ya. cuma diskusi. Kalau turun gimana? Kalau turun makin banyak income-nya. Kenapa dinaikin kalau gitu?" ungkap Purbaya.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]