UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan membuka ruang bagi dunia usaha untuk dapat memilih mengurangi emisi dengan membeli pengurangan emisi di pasar karbon atau membayar pajak kepada pemerintah.
“Pajak karbon itu kita jadikan satu instrumen supaya pasar karbonnya bisa jalan, supaya instrumen pasar karbonnya bisa jalan. Jadi bagaimana? Settingnya yang mau kita bangun adalah dunia usaha itu harusnya memiliki opsi,” kata Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam acara Sustainability in Action Opportunities for a Better Tomorrow in Indonesia di Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Suahasil mengatakan UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan membuka ruang bagi Indonesia untuk menerapkan pajak karbon.
Menurut Wamenkeu, pajak karbon menjadi alat terpenuhinya Nationally Determined Contribution dengan menurunkan emisi gas sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan sampai dengan 43,2 persen dengan kerja sama internasional pada tahun 2023.
“Jadi kapan diterapkan pajak karbon? Kita akan lakukan pajak karbon sejalan dengan roadmap dari pasar karbon kita. Nanti kalau pajak karbonnya nggak ditetapkan, kemudian orang nggak mau membeli sertifikat pengurangan emisi di pajak karbon, saya katakan begini, sertifikat pengurangan emisi kita di pajak karbon itu nanti kita akan pastikan bahwa harusnya setiap sektor itu mengerti target sektor kita,” ujarnya.
Sertifikat pengurangan emisi akan diperdagangkan di bursa karbon. Tidak hanya ditawarkan ke pasar Indonesia juga bagi pihak luar negeri.
“Jadi kita menawarkan, harusnya kita menawarkan likuiditas kita itu, pengurangan emisi karbon itu kepada dunia. Jadi jangan cuma kita yang ditawarin untuk listing di luar negeri. Kita ingin mencari juga pembeli-pembeli dari luar negeri. Silahkan cari di pasar kita,” kata Suahasil.