Pemprov DKI Jakarta kembali mengingatkan warga segera melakukan penyesuaian Kartai Tanda Penduduk (KTP). Permintaan ini disampaikan terkait rencana Pemprov DKI Jakarta menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang akan diterapkan pada Maret 2024.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta Budi Awaluddin meminta warga menyesuaikan alamat yang tertera di KTP dengan domisili tempat tinggal. Hal ini agar terhindar dari aturan penonaktifan NIK.
"Untuk itu, masyarakat yang bertempat tinggal tidak sesuai dengan domisili disarankan segera pindahkan alamat sesuai dengan domisilinya saat ini. Sebab, apabila tidak dilakukan maka bisa NIK dinonaktifkan di kemudian hari," kata Budi.
Saat memberikan keterangan di kantornya di kawasan Grogol Jakarta Barat, Jumat 5 Mei 2023, Budi menerangkan 4 katagori warga yang bakal dinonaktifkan NIK-nya. Pertama, ada keberatan dari pemilik rumah/kontrakan/bangunan. Kedua, penduduk yang tak lagi berdomisili secara de facto selama lebih dari 1 tahun.
Ketiga, mendapat pencekalan dari instansi atau lembaga hukum. Keempat, warga tidak melakukan perekaman KTP elektronik (e-KTP) 5 tahun sejak usia wajib memiliki KTP.
Bagi warga yang belajar atau bekerja di luar DKI Jakarta, Budi meminta agar melapor ke RT/RW setempat. Sehingga tidak masuk dalam katagori warga yang akan dinonaktifkan NIK-nya.
"Kalau memang nanti warga tersebut cek di situs yang kami siapkan, dia masuk dalam warga yang akan dinonaktifkan sementara, maka bisa lapor RT/RW setempat," ujar Budi.
Berdasarkan data yang ada tercatat 194.744 NIK KTP DKI yang ternyata tidak sesuai domisilnya, baik secara de facto maupun de jure. Jika sampai Maret 2024 atau seusai Pemilihan Umum (Pemilu) tidak juga diurus, Budi menyebut NIK mereka akan dinonaktifkan.
Kebijakan penonaktifan NIK menurut Budi adalah amanah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Tujuannya untuk menertibkan administrasi kependudukan.
Tindakan tersebut perlu dilakukan agar bantuan pemerintah tepat sasaran, menghindari golput, menghindari potensi kerugian negara, dan dalam rangka mendapatkan data yang akurat.
"Ini merupakan upaya penertiban administrasi kependudukan di mana penduduk ber-KTP DKI Jakarta harus secara de facto tinggal di wilayah DKI Jakarta. Kepadatan penduduk saat ini sudah tidak terkendali yang berdampak pada masalah sosial, terutama pada sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, pengangguran/tenaga kerja, dan lingkungan," tuturnya.
Budi menambahkan Ketua RT/RW juga memiliki wewenang mengusulkan penonaktifan KTP warga yang sudah tidak berdomisili di wilayahnya. Budi mengakui pihaknya akan melibatkan RT/RW dan pelaksanaan kebijakan penonaktifan NIK.
"Namun, keterlibatan RT/RW tersebut dilakukan setelah masyarakat mendapatkan pelayanan dokumen kependudukan di loket layanan Dukcapil di kelurahan," ujar Budi.
Mantan Kepala Biro Umum dan Administrasi Sekretariat Daerah DKI Jakarta ini menuturkan warga yang dinonaktifkan NIK-nya bakal merasakan beberapa dampak. Seperti kesulitan dalam membayar BPJS, pajak kendaraan, dan urusan perbankan.
"Penonaktifkan sementara NIK-nya, dampaknya apa nih? saat melakukan transaksi misalnya perbankan, samsat, bayar pajak, bayar BPJS nanti akan ada semacam notifikasi bahwa anda harus ke Dinas Dukcapil jadi seperti itu," katanya.
Budi kembali menegaskan yang dinonaktifkan bukan status warga melainkan NIK yang tercantum pada KTP DKI. Sedangkan data kependudukan warga masih tersimpan di Dukcapil. Guna mengaktifkan kembali, warga harus mengurusnya di kantor Dukcapil setempat.
"Sebenarnya menonaktifkan itu tetap ada (data warganya), tetapi mereka ketika menggunakan KTP untuk BPJS, untuk pelayanan perbankan, samsat, datanya tidak terlihat, nah mereka harus menghubungi Dukcapil," tutur Budi.
Sebelumnya rencana penonaktifan NIK juga sudah disampaikan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Saat berbicara Rabu 3 Mei 2023, Heru Budi menjelaskan, penonaktifan NIK KTP dilakukan terhadap warga yang mempunyai KTP DKI tapi tidak tinggal di Jakarta.
Heru Budi menilai tindakan tersebut merupakan hal yang wajar. Pasalnya pihak Pemprov DKI ingin mengetahui secara pasti berapa jumlah warganya.
"Itu kan kemarin ada sekian ratus ribu yang memang keberadaan warganya itu tidak diketahui. Ya wajar dong nanti dengan Dinas Kependudukan dicari penyebabnya, dinonaktifkan sementara," kata Heru.
Mantan Wali Kota Jakarta Utara ini memastikan tindakan tersebut tidak ada hubungannya dengan rencana perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur pada 2024. Penonaktifan NIK adalah upaya menertibkan administrasi kependudukan.