Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah buka suara soal larangan pelaksanaan sholat Idul Fitri di lapangan di beberapa daerah. Larangan tersebut sebagai buntut perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriyah atau 2023.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta pemerintah hadir dalam ditengah perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri. Selain itu pemerintah menurut Haedar juga harus bersikap adil dan ihsan. Haedar berharap tidak ada rezimentasi agama di negara.
“Lebaran Idulfitri boleh berbeda, tetapi kita bisa bersama merayakan dan melaksanakannya. Kalau besok ada perbedaan itu adalah hal yang lumrah karena ini soal ijtihad, sampai nanti kita bersepakat ada kalender Islam global," kata Haedar.
Saat berbicara di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Minggu 16 April 2023, Haedar menerangkan penggunaan 1 lokasi untuk 2 Sholat Idul Fitri yang berbeda hari tidak membatalkan salah satu diantara keduanya. Bahkan menurutnya lokasi tersebut justru akan mendapat keberkahan lebih banyak karena digunakan untuk sholat Idul Fitri 2 kali.
“Kalau misalkan tidak memberi fasilitas yang selama ini digunakan menjadi milik negara untuk yang berbeda seperti besok Muhammadiyah lebaran 21 (April 2023), tidak perlu bikin larangan. Syukur lebih kalau silahkan gunakan, hari ini digunakan Muhammadiyah, besok digunakan tanggal 22," ujar Haedar.
Dosen Pascasarjana Politik Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini pun menegaskan pengajuan izin penggunaan lapangan yang merupakan fasilitas negara sebagai lokasi sholat Idul Fitri bukan karena Muhammadiyah tidak punya fasilitas sendiri. Permohonan itu lebih dimaksudkan untuk menunjukkan fasilitas negara adalah milik seluruh rakyat dari semua golongan.
“Biasanya kita juga punya fasilitas-fasilitas, tapi bukan itu. Kami bisa menyelenggarakan di tempat kami. Tapi yang kami inginkan adalah negara, pemerintah dengan segala fasilitasnya itu milik seluruh golongan dan rakyat," tegas Haedar.
Penulis tetap di beberapa surat kabar ini pun mengutip pernyataan Presiden Pertama Indonesia, Soekarno bahwa Indonesia bukan milik satu orang, satu golongan, hanya golongan bangsawan saja, tapi Indonesia milik semua untuk semua.
“Lebih dari itu, mari kita bangun bangsa ini menjadi lebih maju. Persoalan-persoalan tadi itu kan persoalan rumah tangga kita berbangsa dan bernegara, ada dinamikanya tidak perlu didramatisasi," ujarnya.
Tidak kalah penting tutur Haedar adalah bisakah Indonesia menjadi bangsa yang benar-benar besar sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa.
“Tapi yang tidak kalah penting adalah, bisakah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan alamnya yang kaya raya. Ke depan kita manajemen dengan baik sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa dalam spirit berkemajuan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, beberapa pemerintah daerah seperti Kota Pekalongan, Jawa Tengah dan Kota Sukabumi, Jawa Barat mengeluarkan larangan warga Muhammadiyah melaksanakan sholat Idul Fitri di lapangan.
Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi berdalih larangan disebabkan Pemerintah Kota Sukabumi dalam pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah atau 2023 mengikuti ketetapan pemerintah pusat. Padahal Kementerian Agama baru akan melaksanakan sidang isbat pada Kamis 20 April 2023.
"Dengan ini kami sampaikan bahwa untuk pelaksanaan salat ld di Lapang Merdeka akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kota Sukabumi dan Masjid Agung Kota Sukabumi, yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengikuti hasil ketetapan Pemerintah Pusat melalui Kementrian Agama Republik Indonesia tentang penentuan 1 Syawal 1444 H," ujar Fahmi dalam surat balasan kepada Pimpinan Daerah PD Muhammadiyah Sukabumi.
Hal serupa disampaikan Wali Kota Pekalongan, Achmad Afzan Arslan Djunaid yang membantah bertindak intoleran. Pria yang biasa disapa Aaf ini menegaskan penolakannya bukan karena tidak suka dengan Muhammadiyah.
“Jadi bukan karena saya menolak, boleh digunakan [Lapangan Mataram untuk Salat Id]. Tapi ya bareng sama pemerintah. Kalau pemerintah pusat belum mengumumkan, masak kami [Pemkot Pekalongan] mendahului,” ujar politisi PDIP ini.