Para mahasiswa dari berbagai kampus mengeluhkan tindakan Pemprov DKI Jakarta yang tiba-tiba memutus Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Hal itu lantaran para mahasiswa itu dinilai tidak layak menerima bantuan biaya pendidikan berupa KJMU.
Para mahasiswa tersebut dianggap mampu secara finansial yang ditandai dengan mengonsumsi air kemasan atau air galon bermerek. Selain itu pencabutan KJMU juga akibat data yang tidak sinkron.
Qodratul, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pun heran dengan alasan tersebut. Mahasiswa yang duduk di semester 3 ini menjelaskan pada formulir pendataan KJMU terdapat pertanyaan apakah di keluarganya mengonsumsi air galon bermerek sebanyak 19 liter atau tidak.
"Masa, karena saya jawab pakai air galon, KJMU dicabut," katanya.
Saat berbicara seperti dkutip dari cnnindonesia pada Rabu 7 Agustus 2024, Qodratul tidak menyangka jawaban jujurnya justru berakibat KJMU miliknya dicabut. Dia baru mengetahui setelah mendapat penjelasan dari Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Dinas Pendidikan Provinsi DKI untuk KJMU.
"Orang P4OP nya bilang, 'Itu kamu diputus karena kesalahan sendiri kamu jawab iya. Coba kalau kamu jawab tidak, berarti kamu bisa dapat.' Itu dari P4OP nya," ujarnya.
Qodratul mengaku khawatir tidak bisa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar Rp3 juta per semester. Pasalnya penghasilan orang tuanya sebagai pedagang rata-rata Rp500 ribu hingga Rp1 juta per bulan.
UKT yang harus dibayar juga bakal bertambah menjadi Rp6 juta atau dua kaliipat lantaran pada semester sebelumnya KJMU milik Qudratul sudah disanggah.
Nasib lebih memprihatinkan dialami mahasiswa UNJ lainnya bernama Ganis yang terpaksa harus putus kuliah. Akibat KJMU miliknya dicabut, mahasiswa semester 4 itu harus mengundurkan diri karena tidak bisa membayar UKT.
Ganis sudah mencoba mengurus KJMU miliknya di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Dinas Sosial (Dinsos) hingga Dinas Pendidikan DKI Jakarta, namun tidak membuahkan hasil. KJMU miliknya tetap dicabut dengan alasan data tidak sinkron.
Ganis mengatakan orang tuanya yang hanya ojek online tidak mampu membayar UKT sebesar Rp4,5 juta per semester.
"Setelah bolak balik, tapi tidak ada solusi. Saya akhirnya mengajukan surat pengunduran diri ke kampus. Dari prodi disarankan untuk minta keringanan UKT atau cuti. Tapi tetap saja tidak ada jaminan buat saya nanti bakal bisa lanjut atau tidak. Karena memang benar-benar enggak bisa bayar," ucapnya.
Diperkirakan ada ada ribuan mahasiswa lain yang mengalami nasib seperti Qudratul dan Ganis. Mahasiswa pun mendesak P4OP melakukan verifikasi ulang terkait KJMU. Mahasiswa juga meminta Pemprov DKI Jakarta melakukan pembenahan secara menyeluruh.
Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekda DKI Jakarta, Suharini Eliawati mengaki pihaknya tengah melakukan penataan dan pendataan terhadap mahasiswa penerima KJMU. Tindakan ini dilakukan agar penyalurannya tepat sasaran.
"Pemprov DKI Jakarta melakukan penataan (KJMU). Kemudian pendataan supaya tepat sasaran," katanya.
Saat memberikan keterangan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa 6 Agustus 2024 Eli mengatakan pencabutan KJMU merupakan dampak dari penonaktifan nomor induk kependudukan (NIK) warga yang tidak lagi berdomisili di Jakarta.
"Penghapusan seperti itu, sekali lagi kita sampaikan, kan ada kegiatan-kegiatan kemarin yang kemudian punya efek misalnya adalah pembekuan NIK yang KTP. Itu kan pasti akan ada dampaknya. Jangan sampai orang yang mendapatkan subsidi atau bantuan itu tidak dapat gara-gara kita sudah kehabisan kuota, katakanlah seperti itu. Itu yang sekarang kita sedang tata kembali," tuturnya.
Eli tak merinci berapa jumlah penerima KJMU yang dicabut. Dia berharap subsidi yang diberikan Pemprov DKI Jakarta bisa lebih tepat sasaran dan diterima oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkan.
"Kalau ribuan dicabut nanti kita lihat lagi ya angka-angkanya tapi bagi saya sih menariknya kita juga menjadi lega kalau yang kita berikan subsidi adalah memang orang-orang yang benar-benar membutuhkan, orang-orang yang benar benar tepat sasaran," ujar Eli.