Jakarta menduduki peringkat 29 kota paling macet di seluruh dunia. Hal ini berdasarkan laporan Lembaga pemeringkat lalu lintas kota dunia, TomTom International BV. Dalam catatannya, TomTom menyebut rata-rata waktu tempuh perjalanan di Jakarta, per 10 kilometer mencapai 22 menit 40 detik.
Peringkat tersebut turun dari sebelumnya. Pada 2021 saat masih dipimpin Anies Baswedan, Jakarta menduduki peringkat 46 dunia. Berbagai pihak pun menyalahkan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sebagai penyebab turunnya peringkat kemacetan di ibu kota.
Heru Budi dinilai tidak mampu melanjutkan program yang telah dilakukan Anies. Terlebih saat ini Heru Budi masih rangkap jabatan sebagai Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres).
“Pj Gubernur DKI sibuk menghapus jejak Anies, bukan melanjutkan pekerjaan yang baik untuk warga DKI, dan sibuk juga sebagai kepala sekretariat presiden,” ujar politisi Partai Demokrat Herman Khaeron.
Saat berbicara, Minggu 9 April 2023, Herman mengatakan program yang telah dijalankan Anies tidak dilanjutkan Heru Budi meski baik untuk warga Jakarta. Anggota Komiai VI DPR RI ini pun menilai sejak dipimpin Heru Budi, kondisi Jakarta semakin amburadul.
“Pantaslah DKI makin amburadul. Ya semenjak gubernurnya bukan Mas Anies nambah macet memang," ujar Herman.
Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi DPP Partai Demokrat ini menambahkan tidak ada rekayasa lalu lintas yang cukup efektif untuk mengatasi kemacetan selama Heru Budi menjabat. Seharusnya menurut Herman kemacetan Jakarta diatasi dengan pengembangan moda transportasi umum.
“Kalau kita tetap menggunakan jalan konvensional saat ini agak sulit untuk membebaskan (lahan) karena tarik menarik dengan kebutuhan hunian, fasilitas kota besar, fasilitas perkantoran, dan fasilitas lainnya,” katanya.
Herman menambahkan pemerintah juga perlu membuka pusat ekonomi baru di kota-kota selain Jakarta. Sehingga populasi pekerja bisa merata dan tak hanya membebani ibu kota. Langkah itu seharusnya lebih dipikirkan ketimbang memindahkan Ibu Kota ke Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
“Dengan tidak melupakan pusat-pusat pembangunan yang ini bisa membuat pemerataan di pulau lain atau wilayah provinsi lain,” ujar Herman.