Ogah Masuk Tim Kajian Kementerian Kelautan, Greenpeace Tegaskan Tolak Ekspor Pasir Laut

Greenpeace menilai penambangan pasir laut akan berdampak buruk bagi kehidupan warga pesisir yang pada akhirnya bisa memicu kelangkaan pangan.

Juru Bicara Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah (foto: YouTube @afdillahchudiel

Organisasi pemerhati lingkungan, Greenpeace menyatakan menolak ajakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk masuk dalam Tim Kajian Penambangan Laut. Tim tersebut akan menganalisis setiap izin ekspor pasir laut yang dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Greenpeace menegaskan tetap konsisten dan fokus menolak ekspor pasir laut. Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah mengatakan pihaknya tidak akan membuka ruang diskusi soal penambangan dan ekspor pasir laut. Meski dikatakan tim kajian bentukkan KKP akan pula merumuskan aturan teknis pelaksanaan penambangan pasir laut.

"Pada tahap ini kami tidak membuka ruang diskusi tentang aturan teknis karena kami fokus pada Penolakan dan desakan pencabutan PP tersebut," ujar Afdillah.

Saat berbicara Kamis 30 Mei 2023, Afdillah menerangkan izin ekspor pasir laut yang diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membawa dampak negatif bagi lingkungan pesisir. Kebijakan tersebut menurutnya akan mengancam keberlanjutan ekosistem laut di wilayah tambang.

Greenpeace menilai penjualan pasir laut juga mengganggu kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagaian besar mereka berprofesi sebagai nelayan yang kehidupannya tergantung pada wilayah laut. Penambangan pasir laut dipastikan bakal mengancam sumber kehidupan para nelayan.

Pada akhirnya penambangan pasir laut akan memicu kelangkaan pangan. Pasalnya salah satu sumber pangan rakyat Indonesia berasal dari laut. Itulah sebabnya Greenpeace menilai dalam jangka panjang, penambangan pasir laut juga berpotensi mempercepat dampak bencana iklim.

Sebelumnya Presiden Jokowi menerbitkan PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimen di Laut. Dalam aturan tersebut Jokowi memasukkan aturan baru tentang pengelolaan dan pemanfaatan pasir laut.

Jokowi berdalih, seperti tertera dalam pasal 6 PP 26/2023, aturan tersebut dibuat guna mengendalikan hasil sedimentasi di laut. Itulah sebabnya pemerintah memberikan ruang dan mengizinkan sejumlah pihak mengeruk pasir laut.

Sedangkan dalam Pasal 8 PP 26/2023 menyebutkan alat yang digunakan untuk mengeruk pasir laut adalah kapal isap dan diutamakan berbendera Indonesia. Jika tidak ada, kapal berbendera asing pun diizinkan mengeruk pasir laut di Indonesia.

Pasal 9 PP 26/2023 mengatur beberapa hal yang bisa digunakan untuk peruntukan pasir laut, yakni reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor sepanjang dibutuhkan di dalam negeri.

Dalam Beleid yang diundangkan pada 15 Mei 2023 ini, pelaku usaha diizinkan melakukan ekspor pasir laut. Namun pengusaha wajib terlebih dahulu memiliki izin pemanfaatan pasir laut. Aturan ini tertuang dalam pasal 10 PP 26/2023.

Izin pemanfaatan pasir laut juga bisa diperoleh dari gubernur sesuai dengan kewenangannya setelah melalui kajian oleh tim kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan izin ini harus bergerak di bidang pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut.

Nantinya pelaku usaha wajib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pungutan lainnya.

"Pelaku usaha yang memiliki izin pemanfaatan pasir laut wajib membayar PNPB,” demikian tertera dalam beleid tersebut seperti dikutip, Senin 29 Mei 2023.

Keputusan Jokowi mengizinkan ekspor pasir laut cukup mengejutkan. Pasalnya Indonesia melarang ekspor pasir laut sejak 20 tahun lalu melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Larangan tersebut diterbitkan dengan tujuan mencegah kerusakan lingkungan, seperti tenggelamnya pulau-pulau kecil dan terluar di wilayah Indonesia.

Salah satu wilayah yang mengalami kerusakan cukup parah adalah Kepulauan Riau (Kepri). Sebagian besar pasir laut dari Kepri diekspor ke Singapura yang genjar melakukan proyek reklamasi.

Negara tetangga itu diketahui tengah berupaya memperluas wilayah daratnya melalui reklamasi. Tindakan tersebut dikhawatirkan mempengaruhi batas wilayah antara Singapura dan Indonesia.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com