Ungkap Penyebab UKT Mahal, KPK: Anggaran Kampus Milik Kementerian Lebih Besar Dibanding PTN

"Yang ke mahasiswa PTN cuma Rp7 triliun. Sementara, Rp32 triliun ada di perguruan tinggi yang diselenggarakan kementerian/lembaga,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan

Mahasiswa memprotes kenaikan Uang Kuliah Tunggal atau UKT karena memberatkan dan menambah beban orang tua

Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengungkapkan penyebab mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) diberbagai perguruan tinggi negeri atau PTN.

Pahala mengatakan UKT mahal karena anggaran pendidikan lebih banyak diterima lembaga pendidikan milik kementerian dibanding PTN.

Saat berbicara dalam diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin 10 Juni 2024, Pahala mengatakan anggaran yang diterima Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah dipangkas jumlahnya dari 20 menjadi 15 persen pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dari jumlah tersebut, menurut Pahala, alokasi untuk PTN hanya Rp7 triliun. Jauh lebih sedikit ketimbang anggaran untuk kampus milik kementerian sebesar Rp32 triliun.

“Kita lihat, berapa sih (anggaran) yang (disalurkan) ke mahasiswa PTN? Ternyata cuma Rp7 triliun. Sementara, Rp32 triliun ada di perguruan tinggi yang diselenggarakan kementerian/lembaga,” katanya.

Pahala menyebut untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi yang layak, semestinya setiap mahasiswa mendapatkan bantuan sekitar Rp10 juta setiap semester. Dana itu merupakan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang ketika ditambahkan uang kuliah tunggal (UKT) akan menjadi biaya kuliah tunggal (BKT).

Ternyata saat ini pemerintah hanya memberikan bantuan operasional sebesar Rp3 juta kepada setial mahasiswa di semua PTN. Hal ini berdasarkan temuan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

“PTN dikasih per siswa hanya Rp 3 (juta), yang Rp 7 (juta) disuruh cari sendiri lewat orang tua. Itulah UKT, itulah jalur mandiri, itulah bisnis PTN,” ujarnya.

Pahala mengaku keberatan dengan keputusan yang meminta perguruan tinggi mencari uang sendiri. Terlebih setelah diteliti ternyata banyak anggaran pendidikan yang masuk ke sekolah milik kementerian/lembaga.

Di sisi lain ternyata lulusan sekolah tersebut tidak otomatis menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan ilmunya tidak spesifik.

"Nah itu kebanyakan begitu. Sudah bukan PNS lulusannya, yang ketiga full boarding. Dikasih seragam, dikasih asrama, lulusannya bukan asrama,” kata Pahala.

Mantan auditor Bank Dunia ini menambahkan hasil penelitian juga menemukan bukti banyak sekolah milik kementerian yang mengalami masalah pendanaan. KPK juga menemukan ada kementerian yang membuka sekolah setingkat SMK tapi menggunakan anggaran perguruan tinggi.

“Ini kalau kita bersihin bisa masuk ke Dikti (Ditjen Pendidikan Tinggi), bisa nambahin BOPTN bantuan operasional perguruan tinggi negeri,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Pahala menekankan perlunya pemerintah menambah alokasi anggaran untuk PTN, sehingga bisa mempengaruhi besaran UKT. Pahala menegaskan KPK tidak mengurus soal biaya UKT. KPK hanya menyoroti penggunaan anggaran yang tepat atau efisien.

"Pendidikan yang berkualitas itu (bantuannya) Rp10 (juta), kalau pemerintah sekarang cuma Rp3 (juta), naikin. Kan gitu ya. Bahwa nanti ditambah UKT jadi penuh, syukur. Tapi jangan dorong komponen orang tua dan siswa ini yang didorong makin gede-gede,” imbuh Pahala.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com