Anak-anak seringkali menjadi korban paling rentan dalam situasi bencana. Beberapa tahun terakhir, secara global, jumlah anak yang terdampak banjir meningkat secara signifikan, mencapai tingkat tertinggi dalam lebih dari tiga dekade. Dampak bencana terhadap anak-anak tidak hanya dirasakan pada saat kejadian, tetapi juga pada masa pemulihan, yang seringkali mengganggu pendidikan, gizi, dan layanan kesehatan mereka.
Menyongsong “Hari Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana” pada 13 Oktober, Sekretaris Jenderal Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres menyoroti pentingnya pendidikan dalam melindungi dan memberdayakan generasi muda untuk masa depan yang bebas bencana. Bencana alam kerap menimbulkan dampak yang luas, seperti kerusakan fisik, kerugian ekonomi, serta disrupsi sosial. Kini, dengan adanya krisis iklim, frekuensi dan intensitas bencana semakin meningkat, menghadirkan tantangan serius bagi masyarakat global, terutama bagi anak-anak.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat bahwa perempuan dan anak-anak memiliki risiko 14 kali lebih besar meninggal dibandingkan pria dewasa saat terjadi bencana. Di Indonesia, data menunjukkan bahwa 60-70% korban bencana adalah wanita, anak-anak, dan lanjut usia. Pada Tsunami Aceh, mayoritas korban yang meninggal adalah ibu-ibu dan anak-anak mereka. Sedangkan pada tahun 2022 dalam bencana gempa di Cianjur, Jawa Barat, Dana Anak PBB (UNICEF) melaporkan bahwa 37% korban jiwa adalah anak-anak.
Krisis iklim juga semakin memperburuk situasi. Save the Children pada laporan 2021 yang berjudul Born into the Climate Crisis mengungkapkan bahwa anak-anak di Indonesia saat ini sudah merasakan dampak nyata dari perubahan iklim. Anak-anak yang lahir pada tahun 2020 diperkirakan akan menghadapi tiga kali lebih banyak risiko banjir dari luapan sungai, dua kali lipat lebih sering mengalami kekeringan, dan tiga kali lipat berpotensi gagal panen dibandingkan generasi sebelumnya. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari-hari, tetapi juga mendorong jutaan anak dan keluarga ke dalam kemiskinan jangka panjang.
Namun demikian, anak-anak bukanlah sekadar korban. Mereka memiliki peran penting dalam membangun masa depan yang lebih aman dan tangguh. Sebagai generasi penerus, ide dan inovasi mereka dapat menjadi solusi untuk mengurangi risiko dan memperkuat ketahanan masyarakat. Dalam konteks ini, pendidikan memainkan peran krusial untuk tidak hanya melindungi anak-anak dari risiko bencana, tetapi juga membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan untuk ikut berperan dalam pengambilan keputusan.
Semua negara dapat mengambil langkah nyata untuk mengurangi risiko bencana terhadap anak-anak, seperti memastikan akses terhadap sistem peringatan dini multi-hazard yang mencakup semua lapisan masyarakat, membangun dan memperkuat sekolah yang tahan bencana, serta mengadopsi Kerangka Keamanan Sekolah Komprehensif (Comprehensive School Safety Framework). Langkah-langkah ini tidak hanya melindungi anak-anak, tetapi juga memungkinkan mereka untuk menjadi agen perubahan dalam membangun ketangguhan.
PBB menyatakan, lebih dari 1 miliar anak telah mengalami gangguan hidup akibat bencana sejak tahun 2000, dengan lebih dari 80.000 sekolah rusak atau hancur. Di Indonesia sendiri menurut Tenaga Ahli Sekretariat Nasional Pendidikan Kebencanaan pada Kemendikbudristek, dalam 15 tahun terakhir kemungkinan ada sekitar 15.000 lebih sekolah yang rusak karena bencana dan lebih dari 12 juta anak terganggu aktivitas pendidikannya.
Anak-anak memiliki hak untuk merasa aman di sekolah, mendapatkan pendidikan berkelanjutan, dan berpartisipasi dalam keputusan yang berdampak pada masa depan mereka. Memenuhi kebutuhan dan melindungi hak-hak anak-anak dapat lebih efektif jika melalui pengintegrasian perspektif anak-anak dalam kebijakan pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.
Untuk masa depan yang lebih aman dan tangguh, PBB mengharapkan agar pemerintah dan para mitra segera mengambil tindakan nyata dengan menerapkan Kerangka Keamanan Sekolah Komprehensif. Kerangka ini memberikan panduan kepada pemerintah untuk melindungi sekolah dan seluruh komunitas pendidikan dari berbagai risiko. Anak-anak dan pemuda harus diberdayakan sebagai bagian dari solusi, karena keterlibatan mereka dapat membawa perubahan yang signifikan.
Hari Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana mengingatkan semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan komitmen bagi generasi mendatang dengan membentuk masa depan yang lebih aman dan tahan bencana. Anak-anak bukan hanya penerima manfaat dari upaya ini, tetapi juga pelaku utama dalam perjalanan menuju dunia yang lebih tangguh.