Blue Food: Harapan di Tengah Krisis

Blue food—hadir sebagai alternatif nyata untuk membangun sistem pangan yang adil, sehat, dan berkelanjutan.

Ilustrasi: Muid/GBN.top

Di tengah ancaman krisis iklim dan kerawanan pangan yang kian nyata, harapan justru muncul dari tempat yang jarang diperhatikan, yaitu ekosistem perairan.

Dari laut, pesisir, sungai, rawa, hingga danau, beragam sumber pangan bernutrisi dan rendah emisi—yang kini dikenal sebagai blue food—hadir sebagai alternatif nyata untuk membangun sistem pangan yang adil, sehat, dan berkelanjutan.

Menurut penelitian lebih dari 2.500 spesies dengan habitat ekosistem perairan—termasuk ikan, udang, kepiting, rumput laut, dan berbagai tumbuhan air—ditangkap atau dibudidayakan sebagai sumber pangan.

Bukan sekadar tren kuliner, blue food menggambarkan kekayaan alam Nusantara dan peluang untuk memperkuat ketahanan masyarakat sekaligus merespons perubahan iklim secara langsung melalui pilihan sederhana di meja makan.

Inilah semangat yang diusung dalam acara Blue Bites: A Culinary Dive into Climate-Friendly Food Solutions, sebuah side event yang digelar di sela The 5th International Conference on Integrated Coastal Management and Marine Biotechnology di Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. Diselenggarakan oleh Climateworks Centre, Climate Reality Indonesia, dan IPB University, acara ini menyatukan rasa, ilmu, dan aksi dalam satu ruang dialog yang memberikan pencerahan.

Blue bites adalah perwujudan konkret dari konsep blue food. Di tengah menurunnya keanekaragaman hayati dan meningkatnya tekanan terhadap sistem pangan, makanan dari perairan, bukan hanya lautan, tetapi juga dari air tawar maupun payau, hadir sebagai sumber gizi yang rendah jejak karbon dan sarat nilai budaya. Lebih dari sekadar hidangan laut, blue food mengandung potensi besar untuk menopang ekonomi masyarakat pesisir dan perairan darat, sekaligus merespons tantangan iklim global.

Etwin Kuslati Sabarini, Program Impact Manager untuk Oceans di Climateworks Centre, membuka acara dengan menegaskan bahwa setiap sajian blue bites adalah cerita. “Cerita tentang rasa, tradisi, dan transformasi,” ujarnya. Bahwa blue food bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang keadilan iklim dan masa depan yang inklusif.

Saya sendiri berkesempatan memandu panel diskusi yang menghadirkan tiga narasumber dari bidang yang berbeda namun saling melengkapi. Dr. Tukul Rameyo Adi, peneliti senior dari IPB University, mengulas peran blue food dalam mendorong dekarbonisasi sistem pangan. Meilati Batubara, Direktur Eksekutif NUSA Indonesian Gastronomy Foundation, menyoroti pentingnya menjaga keberlanjutan warisan kuliner Nusantara berbasis pangan perairan. Sementara Dr. Atin Prabandari dari UGM mengangkat aspek gender dalam rantai pasok pangan laut, terutama peran perempuan yang kerap tersembunyi namun sangat penting.

Arifah Handayani dari Climate Reality Indonesia juga menyampaikan pandangannya, bahwa kolaborasi ini penting untuk menjembatani pengetahuan ilmiah dengan pengalaman nyata di lapangan. “Keragaman dan kelezatan blue food Indonesia adalah bukti bahwa solusi bisa dimulai dari apa yang kita konsumsi sehari-hari,” katanya.

Sesi meracik blue food menjadi puncak acara yang membangkitkan selera sekaligus kesadaran. Chef Ragil Imam Wibowo, salah satu chef terbaik Asia dan Chef Eko Purdjiono dari Ambarrukmo menyuguhkan menu blue food Nusantara dengan pendekatan modern yang tetap menghargai akar lokal. Beberapa hidangan yang disajikan antara lain: belut balado dari sawah Sumatra Barat, oyster Noorhosori dari pesisir Papua, bakwan siput blencong dari Pulau Pari, wader bumbu pecel dari sungai Yogyakarta, kepiting soka kari andaliman dari pesisir Sumatra Utara, dan tuna gohu dari laut Halmahera. Tak ketinggalan sajian penutup seperti rujak bulung boni dari Bali, serta minuman rumput laut.

Blue Bites merupakan solusi berbasis alam serta budaya yang membuktikan bahwa aksi iklim selain didukung kebijakan, juga bisa tumbuh dari dari penghargaan terhadap hasil perairan lokal, dan dari rasa ingin tahu untuk mengenal lebih dalam kekayaan pangan Nusantara. Karena di tengah krisis global, rasa bisa menjadi pintu masuk menuju harapan.

Kolumnis
Pegiat Harmoni Bumi

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]