Besok—sebagian hari ini -- ummat Islam merayakan hari raya Idul Adha 1444 H, yakni ibadah penyembelihan hewan qurban usai pelaksanaan shalat ied, sebuah ritual agama Islam yang sangat tua umurnya yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS.
Kisahnya bermula ketika Nabi Ibrahim AS bertekad agar agama besar monoteisme dan ajaran tauhid yang dibawanya di tengah masyarakat penyembah berhala tetap lestari. Dia tidak ingin masyarakatnya kembali menyembah berhala. Namun bagaimana mungkin bisa mempertahankan cita-cita tersebut sedangkan dia tidak mempunyai keturunan.
Maka atas pertimbangan kelanggengan agama tauhid, Nabi Ibrahim AS meminta izin kepada istri pertamanya, Siti Sarah RA, yang belum juga dikaruniai anak untuk menikah lagi. Siti Sarah RA mengizinkan suaminya mempunyai istri lagi dengan syarat tidak boleh lebih muda, tidak boleh cantik, dan dari lingkungan terdekat. Lalu ditunjuklah Siti Hajar RA yang merupakan asisten rumah tangga mereka.
Nabi Ibrahim AS menikahi Siti Hajar RA. Tak lama berselang Siti Hajar RA pun hamil. Ketika umur bayi dalam kandungan terus bertambah dan untuk menghindari timbulnya rasa cemburu dari Siti Sarah RA, Nabi Ibrahim AS memindahkan Siti Hajar RA ke Mekkah.
Sesudah pindah ke Mekkah, Nabi Ibrahim AS mendengar kabar istri pertamanya hamil. Diliputi rasa gembira dan bahagia, dia menengok istri pertamanya di Palestina dan meninggalkan Siti Hajar RA di Mekkah. Sepeninggalan Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar RA melahirkan Nabi Ismail AS di belakang Ka’bah.
Nabi Ismail AS pun tumbuh menjadi anak yang sehat, cerdas, dan kritis yang kemudian, atas perintah Allah SWT, disuruh disembelih oleh ayahnya sendiri sebagai sebuah pengorbanan.
Peristiwa qurban merupakan realisasi dari sebuah mimpi. Nabi Ibrahim AS melihat dalam mimpinya menyembelih anaknya. Lalu dia meminta pendapat anaknya dan dijawab “wahai ayah lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Al-Quran surah As-Saffat, Ayat 102)
Sungguh luar biasa, seorang anak muda yang kritis, cerdas mempersilahkan urat lehernya digorok oleh bapaknya. Mengapa Nabi Ismail AS tega menyerahkan lehernya untuk digorok? Karena redaksi yang digunakan dalam Al Quran adalah ‘.. dalam mimpi [manaam] aku melihat …’.
Di dalam Al Quran disebutkan beberapa macam mimpi. Ada mimpi yang tidak bisa dipandang enteng karena sifatnya penting. Remaja yang sudah mimpi basah maka mulai berlaku kewajiban hukum Islam kepadanya seperti shalat, puasa dan sebagainya.
Mimpi juga bisa diartikan bunga tidur. Namun mimpi yang dialami Nabi Ibrahim AS disebut manaam yang datangnya benar-benar dari Allah, bukan dari Iblis. Kalau istilah hilm (mimpi) yang digunakan bisa jadi datang dari tipuan iblis/setan atau endapan alam bawah sadar yang muncul ketika sedang tidur.
Konsep penyembelihan (sacrifice) yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS terhadap Nabi Ismail AS sebenarnya sudah ada dalam tradisi masyarakat Yunani dan Timur Tengah. Yang harus dikorbankan adalah manusia. Di dalam sejarah klasik Timur Tengah, Eropa disebutkan setiap satu keluarga harus mempersembahkan satu anggota keluarganya untuk disembelih.
Penyembelihan manusia umum terjadi pada masa itu seperti saat akan membangun bangunan besar maka disembelihlah seorang anak, bukan seekor binatang. Kepala bayi atau kepala anak itu kemudian dipersembahkan pada bangunan. Praktek ini merajalela di mana-mana.
Persembahan anak manusia juga menjadi tradisi masyakarat Mesir di sekitar Sungai Nil setiap tahun. Mereka meyakini satu kepercayaan sungai itu akan murka, meluapkan banjir, memusnahkan tanaman dan menggenangi permukiman penduduk dan menelan korban jika tidak diberikan anak gadis. Anak gadis dilemparkan hidup-hidup untuk mencegah Sungai Nil marah.
Ketika Umar bin Khattab menaklukkan Mesir dan mendengar cerita tersebut, dia menulis surat. Surat itu dikenal dengan sebutan Surat Umar yang dikirimkan ke Sungai Nil, bukan lagi gadis yang dilemparkan ke dalam aliran air.
Dalam surat itu tertulis “Kalau kau banjir karena tidak diberikan anak gadis, silakan banjir. Mulai hari ini tidak akan kami korbankan anak manusia untukmu. Tetapi kalau kau banjir karena Allah, kami juga persilakan karena itu kehendak Yang Maha Kuasa.”
Semenjak Umar bin Khattab mengirim surat tersebut, Sungai Nil tidak banjir lagi, karena dia sebenarnya ahli pengairan yang membuat bendungan di bagian yang sering terjadi banjir. Jadi sesungguhnya bukan karena surat itu yang membuat tidak banjir lagi tapi karena kepintaran Umar mengelola bendungan seperti yang dia lakukan di Yaman saat dia memerintah daerah tersebut.
Makna dari qurban adalah menggantikan persembahan manusia dengan binatang (from human sacrifice to animal sacrifice). Seandainya Nabi Ismail betul-betul jadi dikorbankan maka sampai hari ini tradisi tersebut akan diteruskan seperti tradisi sebelumnya. Satu orang dalam keluarga harus dikorbankan sebagai tumbal atas nama agama.
Bahkan negara-negara di sekitar Skandinavia pada masa lalu menyembelih pimpinan agama untuk dipersembahkan kepada dewa. Bayangkan jika tradisi seperti ini berlanjut maka akan banyak kyai yang menjadi korban. Lama-lama akan habis ahli agama.
Peristiwa penyembelihan Nabi Ismail menjadi simbol untuk menghentikan pengorbanan manusia dan menggantikannya dengan binatang. Bersyukur kepada Allah yang telah mengubah korban manusia menjadi korban hewan. Sejak itu tidak ada lagi pengorbanan manusia.
Karena itu wajib bagi yang mampu untuk menyembelih hewan seperti sabda Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi tidak melakukannya, jangan mendekati masjidku”. Sebuah pesan yang tegas bahwa mereka tidak diakui sebagai umat, sahabat, atau orang yang dekat dengan nabi.
Apalagi saat kita mengalami krisis akibat pandemi Covid-19 dimana banyak orang yang tidak mampu mengkosumsi protein, ibadah qurban menjadi solusi. Banyak kasus kekurangan gizi (stunting) bermunculan. Padahal kesempurnaan stamina tubuh seseorang merupakan kombinasi dari karbohidrat dan protein.
Idul Fitri dikenal sebagai ibadah karbohidrat karena ummat diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah, memberikan makanan pokok berupa beras atau gandum kepada fakir miskin atau mustahiq. Pada Idul Adha ummat wajib mendistribusikan protein hewani dalam bentuk daging kepada mereka.
Kelengkapan Idul Fitri dan Idul Adha mempunyai makna konsumsi karbohidrat dan protein yang bisa membentuk stamina lebih kuat yang akan melahirkan ummat terbaik, ideal (khoira ummah). Komposisi nutrisi yang lengkap antara protein dan karbohidrat akan melahirkan fisik yang sehat. Pikiran yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat (al aklu salim fii jismi salim). Bagaimana berharap sebuah pikiran yang sehat datang dari orang yang kekurangan gizi. Wallahu a’lam bishawab.