Apa yang membuat masyarakat ramai-ramai datang ke bioskop untuk menonton Jumbo, film animasi Indonesia yang sampai tulisan ini diturunkan telah meraih 4,6 juta penonton sejak peluncurannya?
Film tersebut berkisah tentang Don, anak laki-laki yatim piatu berusia 10 tahun yang dijuluki Jumbo, sebagai tokoh utama. Ia menghadapi perundungan, membangun kepercayaan diri untuk mengikuti lomba bakat di Festival Kampung Seruni, dan merebut kembali buku dongeng peninggalan orang tuanya yang diambil anak lain. Buku tersebut mengilhami Don dan menjadi basis untuk rencana pertunjukannya.
Perjalanan ini menghadirkan kisah yang hangat dan penuh nilai positif bagi anak-anak maupun orang dewasa.
Meski tidak secara eksplisit mengangkat isu lingkungan, keberhasilan Jumbo menyiratkan satu hal penting: animasi Indonesia punya daya tarik dan potensi besar untuk menyampaikan pesan bermakna, termasuk kepedulian terhadap alam dan keberlanjutan.
Di tengah kompleksitas berbagai lingkungan mulai dari perubahan iklim, punahnya spesies hewan maupun tumbuhan, hingga pencemaran, membangun kesadaran publik bukan hal mudah. Data dan laporan ilmiah memang penting, tetapi tidak selalu menyentuh hati. Di sinilah cerita berperan. Pesan yang dibungkus narasi emosional dan visual memikat menjadi lebih mudah diterima dan diingat.
Film animasi memiliki keunggulan dalam menyampaikan isu-isu kompleks dengan cara yang menyenangkan dan emosional. Wall-E, tanpa banyak dialog, memperkenalkan realitas bumi yang rusak akibat keserakahan manusia dan tumpukan sampah. Atau Moana, yang menunjukkan hubungan antara manusia dan alam lewat petualangan seorang gadis muda mempertahankan tradisi leluhur dan laut yang dicintainya. Cerita-cerita seperti ini tidak hanya menghibur, namun juga menggugah.
Studio besar di Hollywood seperti Pixar, Disney dan DreamWorks telah lama memanfaatkan animasi sebagai media untuk menyampaikan pesan, dengan kombinasi cerita kuat, karakter menyentuh, dan produksi visual yang memukau. Formula inilah yang turut menopang kesuksesan Jumbo, bukan hanya dari sisi artistik, tetapi juga komersial.
Bayangkan jika film seperti Jumbo, yang sudah menyentuh tema besar seperti penerimaan diri, empati, dan keberanian, dikembangkan lebih lanjut untuk mengangkat isu lingkungan. Karakter Jumbo bisa menjadi jembatan untuk mengisahkan pentingnya menjaga lingkungan sekitar, merawat kebersihan kota, atau melindungi makhluk hidup lain dari ancaman manusia. Dengan pendekatan seperti ini, animasi lokal tidak hanya jadi tontonan, tetapi juga alat penyadaran.
Beberapa animasi Indonesia sudah mulai menyentuh tema lingkungan. Riko the Series dan Kiko Animation, misalnya, di antara beragam episode nya juga menayangkan tema lingkungan hidup dengan cara yang ringan dan relevan bagi anak-anak.
Kekuatan animasi tidak berhenti di layar. Ketika cerita menyentuh emosi, ia bisa menginspirasi perubahan sikap, bahkan tindakan nyata. Anak-anak cenderung meniru karakter yang mereka kagumi. Ini membuka ruang kolaborasi antara animasi dan program edukatif, kampanye media sosial, atau kegiatan komunitas.
Menariknya, pesan lingkungan tidak harus disampaikan secara langsung. Nilai seperti cinta alam, tanggung jawab sosial, dan solidaritas bisa ditanamkan melalui alur cerita yang halus dan tidak menggurui, sering kali justru lebih efektif.
Kesuksesan Jumbo, yang melibatkan lebih dari 200 kreator Indonesia dan diproduksi selama hampir lima tahun, membuktikan bahwa penonton siap menyambut animasi berkualitas. Ini peluang besar untuk mengangkat nilai-nilai keberlanjutan secara kreatif dan relevan.
Jika imajinasi adalah langkah awal menuju perubahan, maka film animasi dengan nuansa visual Indonesia yang kuat seperti Jumbo sudah membuka jalan. Kini saatnya mendorong semangat hijau ke dalam cerita-cerita baru, karena bumi juga butuh kisah yang menggugah untuk tetap berkelanjutan.
