Korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo 2020-2022 senilai Rp8 triliun disebut-sebut mengalir ke tiga partai politik. Jika desas desus ini benar maka hal ini menunjukkan betapa partai politik haus uang, apalagi menjelang pilpres 2024.
Target untuk memenangkan pemilu 2024 membuat parpol harus siap dengan peluru yang akan ditembakkan ke semua sasaran demi menaikkan elektabilitas. Ini tentu menjadi tanggung jawab semua ‘petugas partai’ untuk mempersiapkannya.
Parpol bukannya tidak mempunyai sumber dana. Namun kebutuhan dana yang tak terbatas, apalagi jadwal Pilpres 2024 sudah semakin mepet, para petugas partai dituntut ‘kreatif’. Mereka yang karena kedudukannya memiliki kuasa anggaran tergoda untuk tengok kiri tengok kanan, kira-kira apa yang bisa mereka sumbangkan kepada partainya.
Parpol seperti tutup mata dari mana sumber dana para petugas partai tersebut. Dalam situasi kalap dan lupa diri, petugas partai yang bercokol di posisi menteri, misalnya, berupaya memainkan anggaran negara, dan inilah yang mungkin terjadi dengan seorang Johnny G Plate.
Johnny G Plate bukan satu-satunya orang partai yang melakukan tindakan tidak terpuji tersebut. Sebelumnya sudah beberapa kader parpol yang terjerat kasus korupsi dana APBN. Anggaran negara sepertinya menjadi sasaran empuk dan menjadi sumber konservatif untuk dibobol dan secara diam-diam ‘disumbangkan’ ke partai.
Tak cukup merampok anggaran negara, ada anggota legislatif yang mendanai kiprah politiknya dengan dana dari jaringan narkoba. Polri sudah mengendus dan melihat ada indikasi tersebut sehingga dilakukan upaya antisipasi. Dana politik jaringan narkoba tersebut diduga akan digunakan untuk kontestasi oleh calon tertentu pada Pemilu 2024.
Polri sedang mendalami kemungkinan tersebut. Jika terbukti ditemukan, Polri berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sekaligus melakukan penegakan hukum. Indikasi adanya dana politik dari jaringan narkoba berdasarkan hasil penangkapan terhadap anggota legislatif di beberapa daerah.
Bisa jadi ada juga caleg yang mendanai kegiatan politiknya dari dana jaringan perjudian. Berdasarkan temuan pihak berwenang, omzet judi online mencapai ratusan triliun. Jika sedikit saja dari dana tersebut mengalir ke parpol atau caleg, sudah cukup untuk mengguncang Pemilu 2024.
Mengumpulkan uang demi memenuhi syahwat politik seperti tidak ada cukupnya. Padahal Parpol memiliki modal yang lumayan besar yang jika dikumpulkan bisa mencapai ratusan miliar dalam satu tahun anggaran dari sumber-sumber yang halal. Sumber pendanaan partai tercantum dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Sedikitnya ada tiga sumber keuangan parpol yakni iuran anggota yang sudah menjadi anggota DPR RI/DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota yang besarnya berbeda-beda di setiap parpol, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan yang berasal dari APBN/APBD.
Jumlah iuran anggota yang diberikan kepada parpolnya tidak dibatasi secara tegas oleh UU dan peraturan yang ada. Sumbangan anggota diatur secara internal oleh parpol, berapa persen dari penerimaan mereka sebagai anggota dewan.
Untuk sumbangan yang sah menurut hukum disebutkan dalam Pasal 34 UU No 2 Tahun 2011 sebagai sumber penghasilan kedua parpol. Pelaksanaannya diatur dalam Pasal 35. Mereka yang boleh menyumbang adalah perseorangan anggota parpol yang pelaksanaannya diatur dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).
Sumber sah lain adalah perseorangan bukan anggota parpol, maksimal Rp1 miliar per orang dalam satu tahun anggaran, dan perusahaan atau badan usaha, paling banyak senilai Rp7,5 miliar per perusahaan dalam satu tahun anggaran juga.
Sumber ketiga adalah bantuan keuangan dari APBN/APBD. Parpol yang menerima bantuan harus melaporkan pertanggungjawabannya, diperiksa oleh BPK dan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan UU yang ada.
Bantuan keuangan dari APBN/APBD diberikan kepada parpol yang mendapatkan kursi di DPR/DPRD seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Parpol. Saat ini bantuan tersebut senilai Rp1000 per suara.
Pada pemilu legislatif 2019, misalnya, PDIP memperoleh 27.053.961 suara. Perolehan suara itu dikalikan Rp1.000, sehingga PDIP menerima dana dari APBN sebesar Rp27 miliar setiap tahun. Kementerian Dalam Negeri sudah mengajukan kenaikan bantuan dana menjadi Rp 3.000 per suara untuk 2023 yang jika direalisasi PDIP akan mendapatkan dana Rp81 miliar.
Dari tiga sumber keuangan parpol tersebut, jumlah dana yang bisa dikumpulkan tidak sedikit. Belum lagi bantuan yang tidak masuk dalam ketegori tersebut yang jika dimonetisasi jumlahnya sangat signifikan.
Melihat maraknya aliran uang haram ke parpol, pemerintah dan penegak hukum harus bertindak tegas. Jadikan Pemilu 2024 sebagai momentum untuk memperbaiki kondisi tersebut. Pemerintah harus serius mengungkap pelaku dan parpol yang diduga mendapatkan aliran dana dari uang haram.
Pengungkapan tersebut perlu segera dilakukan agar terjadi transparansi mengenai latar belakang dari calon legislatif (caleg) dan parpol. Dengan begitu pemilih akan mendapatkan informasi seluas-luasnya dan menjatuhkan pilihannya sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Pemerintah jangan pandang bulu dalam mengungkapkan parpol dan anggota dewan yang terlibat, menjamin transparansi dalam proses penegakan hukum, menyelesaikannya secara terbuka, dan memberikan hukuman setimpal agar masyarakat percaya pemerintah menegakkan demokrasi dengan benar.
Di sisi lain, fenomena masuknya uang haram ke parpol dan caleg menjadi sinyal dari kegagalan parpol melakukan pendidikan politik kepada anggotanya dan merosotnya wibawa parpol dalam mengatur dan mengelola kondisi internal.
Situasi tersebut bisa diperbaiki melalui reformasi dan demokratisasi di tubuh parpol agar partai politik tidak dikuasai oleh keluarga dan pemilik modal saja, apalagi jika uangnya berasal dari sumber yang tak halal.