Kontroversi Ijazah dan Robeknya Narasi Jokowi

Kontroversi ijazah adalah adegan kecil dari plot drama yang lebih besar: robeknya kepercayaan publik (public trust) pada narasi besar yang selama 10 tahun terus dikampanyekan. Dan ingin dilanjutkan.

Di Indonesia, ijazah bukan sekadar selembar kertas. Ia adalah artefak akademik atau ajimat mistik, sekaligus senjata-makan-tuan politik . Di tangan yang benar bisa mengangkat derajat. Di tangan yang salah, menjadi lembaran kepalsuan.

Di tengah pusaran kontroversi ijazah Jokowi, kita teringat "narasi gemilang" perjalanan hidup seorang anak tukang kayu yang naik ke puncak kekuasaan. Sosok rakyat biasa, yang bagi relawan pendukung fanatiknya "adalah kita". Kemudian bermetamorfosa menjadi politikus ambisius level dinastik. Menjelma menjadi Leviathan, "bapak infrastruktur," yang merusak tatanan bernegara. Mengguncang politik Indonesia, menjelang akhir kekuasaannya

Narasi gemilang Jokowi kini telah robek. Dari kisah "Rakyat Berhasrat Jadi Raja” kini cuma soal “Ada Apa dengan Ijazahnya”: Skenario narasi besar (grand narrative) perlahan harus berhadapan dengan realitas keras kenyataan: Ambisi dinasti terantuk ijazah terselubung misteri.

Kontroversi ijazah Jokowi adalah contoh kekonyolan, yang secara klise, byproduk era pasca-kebenaran (post-truth). Ketika hoax Lebih kuat membentuk opini publik. Saat perasaan, emosi, keyakinan, dan sentimen lebih dominan dalam memaknai "kebenaran".

Kebohongan, kepalsuan, misinformasi, disinformasi lebih dipercayai jika itu sejalan dengan emosi perasaan atau prasangka. Kebenaran terjebak dalam labirin kebingungan, dan media sosial adalah amplifikatornya.

Misteri ijazah Jokowi coba ditutupi dengan narasi kriminalisasi oleh polisi. Diabaikan oleh dalih narasi UGM "dokumen tidak dalam penguasaan kami". Juga narasi KPU Pusat yang tergopoh-gopoh mengeluarkan (kemudian membatalkan) SK KPU No 731, untuk menutup akses terhadap 16 jenis dokumen pencalonan presiden. Termasuk narasi pemusnahan dokumen oleh KPU Solo.

Jokowi adalah sosok fatherly post-truth figure. Bagi para pendukung atau pemujanya, ia adalah kebenaran mutlak yang memanifes. Segelintir remah-remah relawan pendukungnya tetap gigih, terus memuja, mengidolakannya, meski kepalsuannya satu per satu terkuak.

Bagi para remah-remah itu, Jokowi adalah tetap bapak pembangunan infrastruktur; bapak ibu kota baru IKN; bapak jalan tol, bapaknya wapres Gibran dan ketum Kaesang--sandaran masa depan pemujaan mereka. Mereka tak peduli Jokowi bapak yang kehilangan kejelasan ijazahnya.

Semua robekan berawal dari satu hal kecil, selembar kertas ijazah yang disembunyikan. Tapi kontroversi ijazah adalah adegan kecil dari plot drama yang lebih besar: robeknya kepercayaan publik (public trust) pada narasi besar yang selama 10 tahun terus dikampanyekan. Dan ingin dilanjutkan.

Narasi yang dulu mulus dan rapi, kini telah robek dan kumal. Figur yang selalu dinarasikan sederhana dan rendah hati kini terbukti jumawa dan tinggi hati. Melawan arus tuntutan publik, tidak sudi menunjukkan ijazahnya.

Apapun akhir dari kontroversi ijazah ini, narasi robek telah diwariskan Jokowi. Yang akan menghantui wapres Gibran, gubernur Bobby, dan ketum parpol Kaesang. Mereka yang supposedly akan meneruskan ambisi politik dinastinya. Ambisi yang gagal karena selembar ijazah.

Pemimpin Redaksi
Jurnalis Senior, Kolumnis

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]