Sektor transportasi dengan dependensi yang sangat tinggi pada bahan bakar fosil di tahun 2021 menyebabkan 37% emisi karbon pemicu krisis iklim, demikian catatan International Energy Agency (IEA).
Kendaraan listrik (Electric Vehicles/EV) merupakan “salah satu” solusi krisis iklim, karena lebih ramah lingkungan, biaya operasionalnya lebih rendah, dan dengan menggunakannya akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Meskipun biaya energi untuk kendaraan listrik umumnya lebih rendah daripada kendaraan konvensional serupa, harga pembelian di awal bisa jauh lebih tinggi. Angkanya makin lama akan mendekati harga kendaraan konvensional karena volume produksi meningkat dan teknologi baterai terus berkembang. Di tahun 2022, menurut IEA, ada lebih dari 26 juta mobil listrik beroperasi, menunjukkan kenaikan sebesar 60% dibandingkan tahun 2021.
Komponen terpenting dari kendaraan listrik adalah baterai lithium ion karena merupakan sumber energinya. Ukuran baterai menunjukkan jarak tempuh kendaraan, kemampuan pengisian daya, serta kendaraan. Salah satu sumber emisi EV sebagaimana dijelaskan Massachusetts Institute of Technology (MIT) adalah pembuatan baterai lithium ion. Penggunaan mineral termasuk litium, kobalt, dan nikel, untuk baterai EV modern, memerlukan bahan bakar fosil untuk menambang bahan tersebut dan memanaskannya hingga suhu tinggi.
Maira dan Gian pasangan profesional muda di Jakarta menggunakan mobil listrik karena memikirkan masa depan Bumi yang semakin kritis. Selain itu EV juga nyaman dikendarai, dengan akselerasi mulus, tanpa suara mesin. Untuk pengisian daya (charging) cukup menggunakan stop kontak listrik biasa, dan kendaraan dapat digunakan sejauh 300 km. Kemudahan lainnya, dapat dengan bebas masuk daerah ganjil-genap di Jakarta apapun plat nomornya, juga pajak kendaraan yang lebih murah, serta insentif yang ada. Tantangannya, jika ada onderdil rusak, kadang harus menunggu cukup lama untuk mendapatkan gantinya.
Dukungan pemerintah terhadap EV diawali dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan serta roadmap program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dari Kementerian Perindustrian. Sedangkan insentif pajak pertambahan nilai atas pembelian kendaraan listrik roda empat dan bus dituangkan dalam dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023.
Saya pribadi memang belum mampu memiliki EV namun beberapa kali dapat bepergian dengan EV. Sekarang tidak terlalu sulit memesan taksi listrik, khususnya di Jakarta. Ada yang pelat nomornya hitam, dan juga kuning pastinya. Di bandara Ngurah Rai Bali, perusahaan taksi bahkan mempunyai meja khusus dengan mural besar di dinding yang menunjukkan di mana taksi listrik menunggu.
Pengadaan kendaraan listrik juga merupakan bagian dari pendanaan iklim (climate financing), yang didefinisikan sebagai pembiayaan lokal, nasional, atau transnasional—diambil dari sumber pembiayaan publik, swasta, dan alternatif—yang berupaya mendukung aksi mitigasi dan adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim.
Contohnya, sebuah bank internasional memberikan pinjaman berjangka, dan pinjaman berjangka hijau “Green Term Loan” kepada perusahaan transportasi di Indonesia untuk memperluas dan merevitalisasi taksi dan persewaan mobilnya, sehingga secara signifikan memperkuat armada kendaraan listriknya.
Perusahaan ini bertujuan mengurangi emisi CO2 sebesar 50% pada tahun 2030 dan berkomitmen untuk menggunakan 10% kendaraan listrik dari total armadanya pada tahun 2030. Akhir tahun 2022 sudah ada sekitar 100 EV dan targetnya menambah 500 EV lagi pada akhir tahun 2023.
Meskipun saat ini produksi baterai meningkatkan dampak iklim dari produksi EV, namun selama masa pakai kendaraan, menurut penelitian MIT, EV akan menghasilkan lebih sedikit emisi karbon daripada mobil berbahan bakar fosil di hampir semua kondisi. Emisi ini sangat bervariasi berdasarkan tempat mobil dikemudikan dan jenis energi yang digunakan. Di negara-negara yang mendapatkan sebagian besar energinya dari pembakaran batu bara kotor, misalnya, angka emisi untuk EV lebih buruk dari negara yang energinya berasal dari pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan.