Menjelang Musnahnya Gletser Dunia

Gletser memang mencair perlahan, tetapi dampaknya menjalar cepat.

Ilustrasi: Muid/GBN.top

Tahun 2025 telah ditetapkan sebagai International Year of Glaciers’ Preservation - Tahun Internasional untuk Pelestarian Gletser, oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Penetapan ini bukan sekadar simbolis, melainkan penanda gentingnya kondisi gletser dunia yang mengalami percepatan pencairan akibat krisis iklim. Gletser bukan hanya bongkahan es di puncak gunung, melainkan penentu keseimbangan iklim global dan sumber air bagi lebih dari dua miliar penduduk bumi.

Gletser adalah massa es besar yang terbentuk secara alami dari akumulasi salju yang jatuh setiap tahun dan tidak seluruhnya mencair, sehingga menumpuk dan memadat selama berabad-abad. Di bawah tekanan, salju berubah menjadi es padat yang dapat mengalir perlahan menuruni lereng—karena itu sering disebut juga “sungai es.” Proses ini umumnya terjadi di daerah dengan suhu rendah dan curah salju tinggi, baik di wilayah kutub maupun pegunungan tinggi di daerah tropis. Selain menyimpan cadangan air tawar, gletser juga memantulkan sinar matahari dan membantu mengatur suhu bumi.

Gletser terbesar di dunia terletak di Antarktika, dengan total luas mencapai sekitar 14 juta kilometer persegi. Di sana terdapat sistem gletser Lambert–Amery, salah satu yang terpanjang dan paling masif. Di belahan bumi utara, lapisan es Greenland mencakup sekitar 1,7 juta kilometer persegi. Bila gletser-gletser besar ini mencair sepenuhnya, permukaan laut global dapat naik hingga puluhan meter, menimbulkan dampak dramatis bagi kehidupan di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Salah satu contoh nyata dampak pencairan gletser di wilayah tropis dapat dilihat di Puncak Jayawijaya, Papua. Dikenal sebagai satu-satunya gletser tropis di Indonesia, lapisan es di kawasan ini dulunya dijuluki “salju abadi.” Namun sejak pertengahan abad ke-19, luasnya telah menyusut lebih dari 99 persen. Kini, hanya tersisa beberapa petak kecil es yang diperkirakan akan menghilang sepenuhnya dalam beberapa tahun ke depan. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kombinasi pemanasan global dan fenomena El Niño mempercepat proses pencairan tersebut. Hilangnya gletser ini mencerminkan tren global yang tak terbantahkan: pemanasan bumi sedang berlangsung secara masif dan merata.

Gletser juga menyimpan jejak sejarah iklim bumi dalam lapisan-lapisannya. Ilmuwan paleoklimatologi seperti Profesor Lonnie G. Thompson dari Ohio State University telah memelopori riset gletser di wilayah-wilayah ekstrem sejak akhir 1970-an. Ia dikenal sebagai pelacak jejak iklim melalui es, dengan metode yang disebut pengeboran inti es (ice core). Thompson dan timnya mengembangkan alat pengebor ringan bertenaga surya untuk mengekstraksi tabung es vertikal dari tubuh gletser di Andes, Tibet, dan Papua. Setiap lapisan dalam inti es merekam komposisi atmosfer, partikel debu vulkanik, kadar gas rumah kaca, hingga pola curah hujan yang terjadi ribuan tahun lalu. Temuannya menunjukkan bahwa pemanasan global dalam 50 tahun terakhir melampaui fluktuasi iklim alami dalam ribuan tahun terakhir.

Sayangnya, banyak gletser mencair lebih cepat daripada kemampuan ilmuwan untuk mempelajarinya. Beberapa bahkan hilang sebelum sempat diteliti. Ini bukan hanya kehilangan fisik, tetapi juga kehilangan arsip iklim, sumber air penting, dan lanskap budaya. Karena itu, International Year of GlaciersPreservation menjadi sangat penting—bukan hanya bagi negara-negara yang memiliki gletser, tetapi juga bagi semua pihak yang terdampak oleh perubahan iklim global.Inisiatif ini mencakup peningkatan kerja sama ilmiah, sistem pemantauan global, penguatan peringatan dini bencana terkait es mencair, dan upaya pelestarian warisan alam dan budaya. Tak kalah penting, tahun ini menjadi momentum untuk menyebarluaskan kesadaran publik dan membangun keterlibatan masyarakat dalam menjaga keseimbangan bumi.

Masyarakat umum memiliki peran penting yang dapat dimulai dari hal-hal sederhana: mengurangi konsumsi energi berbasis fosil, mendukung transisi ke energi terbarukan, memilih produk yang rendah emisi, serta terlibat dalam pendidikan dan kampanye iklim. Langkah kecil di rumah, di komunitas, dan di ruang digital dapat memperkuat upaya global dalam menjaga gletser.

Gletser memang mencair perlahan, tetapi dampaknya menjalar cepat. Tahun 2025 adalah pengingat bahwa menjaga es di puncak dunia berarti menjaga air, iklim, dan masa depan bersama.

Kolumnis
Pegiat Harmoni Bumi

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]