Baku, ibu kota Republik Azerbaijan di tepi Laut Kaspia, menawarkan perpaduan unik antara sejarah dan modernitas. Kota Tua Baku, atau Icherisheher, yang masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO, menampilkan bangunan bersejarah seperti Menara Maiden dan Istana Shirvanshah. Di sisi lain, arsitektur modern menghiasi kota ini, dengan gedung-gedung ikonik seperti Flame Towers dan Heydar Aliyev Center.
Pada tanggal 11-22 November, Kota Baku akan didatangi setidaknya 40.000 orang dari berbagai penjuru dunia untuk menghadiri COP29 UNFCCC, Conference of Parties United Nations Framework Convention on Climate Change/Konferensi Para Pihak, Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim.
COP, menurut situs UNFCCC, adalah tempat dunia berkumpul untuk menyepakati langkah-langkah menghadapi krisis iklim, seperti membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius, membantu komunitas rentan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim, dan mencapai nol emisi bersih pada tahun 2050.
COP 29 akan mengumpulkan para pemimpin dunia dan negosiator dari negara-negara anggota (atau Pihak) UNFCCC untuk mempercepat kemajuan global. Selain itu, pemimpin bisnis, pemuda, ilmuwan iklim, masyarakat adat, dan masyarakat sipil juga akan berkontribusi dengan berbagi wawasan dan praktik terbaik guna memperkuat aksi iklim yang kolektif dan inklusif.
Prioritas utama COP 29 meliputi penetapan tujuan baru untuk pendanaan iklim, memastikan setiap negara memiliki kemampuan untuk meningkatkan aksi iklim, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan membangun komunitas yang lebih tangguh.
COP 29 juga akan menyoroti pembaruan rencana iklim nasional atau Nationally Determined Contribution/NDC. Saat ini, negara-negara sedang mempersiapkan rencana-rencana tersebut menjelang tenggat tahun depan. Rencana ini harus lebih ambisius, dapat diimplementasikan, menarik untuk investasi, mencakup seluruh sektor ekonomi, fokus pada transisi dari bahan bakar fosil, dan menjaga dunia agar tetap pada jalur untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat.
Persetujuan Paris 2015 tentang Perubahan Iklim sebagai turunan UNFCCC menetapkan kenaikan suhu global abad ini agar di bawah 2ºC dibandingkan suhu pra-industri dan diupayakan menekannya hingga 1,5ºC.
Jika hanya menilik angkanya, perbedaan antara 1,5ºC dan 2ºC tidaklah besar, namun memiliki efek yang dahsyat bagi kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem dan merusak seperti badai, banjir, kekeringan, dan gelombang panas.
Salah satu fokus penting pada COP29 yang juga disebut sebagai Finance COP adalah New Collective Quantified Goals (NCQG) yaitu tujuan pendanaan iklim global baru yang ditetapkan sebelum tahun 2025 untuk menggantikan target sebelumnya sebesar USD 100 miliar per tahun.
Berdasarkan proyeksi dengan model yang menggunakan United Nations Global Policy Model (UN GPM), negara-negara berkembang membutuhkan sekitar $1,1 triliun untuk pembiayaan iklim mulai tahun 2025, yang akan meningkat menjadi sekitar $1,8 triliun pada tahun 2030.
Tantangannya, negara-negara tidak sepakat hampir di setiap elemen NCQG yang dinegosiasikan, terutama seberapa besar targetnya dan siapa yang harus membayar.
Negara-negara berkembang berharap pihak berpendapatan tinggi, seperti AS dan Uni Eropa, menyediakan dana tersebut. Sementara itu, negara-negara maju menginginkan sasaran yang menyeluruh, termasuk kontribusi dari perusahaan swasta dan negara-negara besar yang sedang berkembang, seperti Cina.
Untuk memecahkan kebuntuan dalam negosiasi NCQG, Center for Global Development, sebuah lembaga riset, mengusulkan beberapa cara. Di antaranya:
Menetapkan sasaran pendanaan publik yang jelas, mengingat pendanaan publik menjadi perhatian utama negara berkembang dan telah menjadi sumber utama dana iklim.
Mendorong negara maju untuk menunjukkan komitmen lebih besar dengan menggandakan kontribusi mereka hingga tahun 2030, yang dapat dicapai tanpa mengorbankan pengeluaran pembangunan lainnya.
Melibatkan negara-negara berkembang yang lebih kaya dalam kontribusi, terutama yang memiliki emisi tinggi, dengan tetap memberikan pengecualian bagi negara-negara termiskin dan paling rentan.
Pada pertemuan koordinasi akhir delegasi RI untuk COP29, Kementerian Lingkungan Hidup memaparkan target utama negosiasi COP29, yaitu NCQG, Pasal 6 Persetujuan Paris tentang Pasar Karbon, Kehilangan dan Kerusakan karena Krisis Iklim, Tujuan Global tentang Adaptasi, dan juga Dana Adaptasi untuk langkah proaktif untuk menyesuaikan dengan kondisi iklim yang berubah.
Delegasi Republik Indonesia ke COP29 di Baku dipimpin oleh Hashim Djojohadikusumo yang juga merupakan Utusan Khusus Presiden RI in untuk Energi dan Lingkungan Hidup.