Pejuang lingkungan di berbagai belahan dunia berperan sebagai garda terdepan dalam menjaga bumi. Mereka adalah suara yang tak kenal lelah memperjuangkan keseimbangan alam, melawan ancaman kerusakan, dan memastikan bahwa generasi mendatang dapat juga menikmati keindahan dan kekayaan alam.
Para pejuang ini hadir dari berbagai latar belakang dengan peran dan pendekatan yang unik, baik melalui advokasi, penelitian, atau aksi langsung.
Greta Thunberg, remaja asal Swedia, memulai gerakan global Fridays for Future, mendesak para pemimpin dunia bertindak mengatasi perubahan iklim. Sir David Attenborough, melalui film dokumenter, seperti Planet Earth, menyebarkan kesadaran akan keindahan dan kerapuhan alam. Di Indonesia, Emil Salim menjadi pelopor kebijakan lingkungan berkelanjutan, sementara Aleta Baun dari Nusa Tenggara Timur memimpin perjuangan damai melawan tambang yang merusak hutan adat penopang kehidupan daerahnya selama berabad-abad.
Namun, para pembela lingkungan acapkali mengalami kekerasan karena bentrokan kepentingan antara perlindungan alam dan eksploitasi sumber daya. Faktor utama termasuk peningkatan permintaan akan lahan dan sumber daya alam, korupsi di tingkat lokal, serta kebijakan yang menguntungkan sektor bisnis besar. Selain itu, kurangnya perlindungan hukum yang efektif membuat para pembela lingkungan semakin rentan terhadap ancaman dan intimidasi.
Para pembela lingkungan di seluruh dunia mengalami ancaman, serangan fisik, penculikan, penghilangan paksa, dan bahkan kematian. Chico Mendes, aktivis lingkungan di Brasil, memimpin gerakan untuk melindungi hutan dan mendirikan kawasan ekstraktif yang memungkinkan masyarakat lokal seperti para penyadap karet untuk hidup berdampingan dengan alam tanpa merusak hutan. Ia mengatakan: “Awalnya, saya pikir perjuangan ini hanya untuk menyelamatkan pohon karet, lalu berkembang menjadi penyelamatan hutan hujan Amazon. Kini, saya sadar bahwa yang sebenarnya saya perjuangkan adalah kemanusiaan.”
Chico Mendes berakhir tragis pada tanggal 22 Desember 1988. Di usia 44 tahun ia dibunuh oleh pemilik tanah di wilayahnya yang merasa terancam oleh perjuangan mempertahankan hutan hujan Amazon dari deforestasi yang dilakukan oleh para peternak dan pemilik tanah besar.
Dilansir dari situs web Mongabay, sejak diadopsinya Persetujuan Paris tentang Perubahan Iklim pada tahun 2015, secara global lebih dari 1.500 pembela lingkungan telah dibunuh karena kegiatan mereka, menurut Global Witness, sebuah LSM hak asasi manusia dan lingkungan. Sedangkan di Indonesia, Auriga Nusantara, sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam upaya untuk melestarikan sumber daya alam dan lingkungan, mencatat dari 2014 hingga 2023, setidaknya ada 133 kasus ancaman terhadap pejuang lingkungan di Indonesia, termasuk kriminalisasi, intimidasi, dan bahkan pembunuhan.
Adakah perisai hukum bagi para pejuang lingkungan yang sering menghadapi ancaman dan intimidasi saat melindungi alam dari kerusakan dan eksploitasi?
UNEP Defenders Policy adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Lingkungan PBB (UNEP) untuk memberikan perlindungan dan dukungan bagi para pembela lingkungan hidup yang menghadapi risiko, ancaman, atau kekerasan akibat aktivitas mereka.
UNEP berkomitmen untuk melindungi para pembela lingkungan dari ancaman fisik, hukum, atau psikologis melalui kolaborasi dengan pemerintah, organisasi hak asasi manusia, dan masyarakat sipil. Kebijakan ini menyediakan dukungan hukum, advokasi, dan berbagai fasilitas terkait bagi para pembela lingkungan. UNEP juga bekerja untuk meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya melindungi pembela lingkungan hidup.
Di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024 tentang “Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.”
Peraturan yang menjadi tonggak penting bagi perlindungan hukum terhadap pejuang lingkungan hidup di Indonesia ini bertujuan melindungi mereka dari kriminalisasi, intimidasi, dan kekerasan. Negara menjamin hak-hak aktivis lingkungan, termasuk hak atas bantuan hukum, memastikan mereka dapat membela diri di pengadilan tanpa merasa tertekan oleh kekuatan yang lebih besar. Selain aktivis, masyarakat adat juga mendapat perlindungan, mengingat peran mereka yang vital dalam menjaga hutan dan sumber daya alam.
Pelaksanaan peraturan ini pasti akan menghadapi tantangan, terutama dari regulasi yang mengutamakan pembangunan ekonomi. Konflik antara perlindungan lingkungan dan kepentingan ekonomi sering kali meminggirkan perjuangan aktivis. Karenanya, diperlukan sinkronisasi kebijakan agar perlindungan lingkungan tidak terabaikan. Meski tantangannya cukup besar, kehadiran peraturan ini membawa harapan baru bagi para pejuang lingkungan di Indonesia untuk melanjutkan peran mereka tanpa rasa takut.