Risiko Kolosal sedang dihadapi dunia. Ini istilah kelompok ilmuwan Earth Commission karena makin maraknya kegiatan manusia yang mengancam masa depan peradaban dan semua makhluk yang ada di Bumi ini.
Lebih dari 40 peneliti alam semesta dan sosial dari seluruh dunia mengkuantifikasi kesehatan planet Bumi, tidak hanya dalam hal stabilitas dan ketahanan Sistem Bumi, tetapi juga tentang kesejahteraan manusia dan kesetaraan. Hasilnya dituangkan dalam majalah ilmiah Nature yang terbit minggu lalu dengan judul Safe and just Earth system boundaries.
Kenyataannya, Bumi makin gering. Batas yang aman dan adil untuk iklim, keanekaragaman hayati, air tawar, dan berbagai jenis polusi udara, tanah, dan air, sebagian besar telah dilanggar.
Semuanya menimbulkan ancaman eksistensial bagi planet Bumi, dan kontribusi vitalnya bagi manusia. Akibatnya sudah terlihat seperti banyaknya orang yang cedera, bahkan kehilangan nyawa. Mata pencaharian terus terancam, pengungsian makin meningkat , sedangkan kekurangan makanan, kelangkaan air, dan penyakit kronis semakin rawan.
Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini, masyarakat global sedang bersiap-siap memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada Senin, 5 Juni bertema “Solusi untuk Polusi Plastik,” melalui kampanye #beatplasticpollution.
Mengapa lagi-lagi plastik? Karena kini umat manusia memproduksi lebih dari 430 juta ton plastik setiap tahun, dua pertiganya merupakan produk berumur pendek yang menjadi limbah, mengisi lautan dan, seringkali, masuk ke dalam rantai makanan manusia.
Harga plastik memang terjangkau, bahannya tahan lama, dan fleksibel, sehingga plastik ada di semua sisi kehidupan, dimulai dari kemasan, mobil, produk kesehatan, hingga pakaian dan produk kecantikan. Tidak seperti bahan lain, plastik tidak terurai, sehingga mengacaukan kehidupan satwa laut, meracuni air tanah, serta berdampak serius pada kesehatan.
Plastik juga berkontribusi pada krisis iklim karena proses produksi yang sangat energi intensif. Materinya terbuat dari bahan bakar fosil seperti minyak mentah, yang diubah melalui panas dan zat aditif lainnya menjadi polimer. Pada 2019, plastik menghasilkan 1,8 miliar metrik ton emisi gas rumah kaca – 3,4 persen dari total emisi global.
Pada sambutannya memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan, di tahun 2022 Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah dan 18,5% di antaranya berupa sampah plastik.
Pemerintah terus mengupayakan pengurangan sampah plastik dengan berbagai kebijakan. Pada akhir tahun 2029, misalnya beberapa jenis plastik sekali pakai akan dihentikan secara bertahap, seperti styrofoam untuk kemasan makanan, alat makan plastik sekali pakai, sedotan plastik, dan kantong belanja plastik. Hal lain yang ditekankan adalah pengelolaan sampah yang berkelanjutan, melalui praktik ekonomi sirkular, dengan konsep memaksimalkan nilai penggunaan suatu produk dan komponennya secara berulang, sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang.
Sementara itu pertemuan internasional yang merundingkan “Perjanjian PBB tentang Plastik” baru saja selesai kemarin. Sekitar 170 negara akhirnya setuju untuk mengembangkan draf pertama pada bulan November. Harapannya, di akhir tahun depan, konsep tersebut dapat menjadi perjanjian global pertama untuk mengekang polusi plastik.
Apa yang dapat dilakukan masing-masing individu untuk membantu mengalahkan polusi plastik? Beberapa di antaranya, mengubah perilaku dengan sebisa mungkin menghindari plastik sekali pakai, membawa tas sendiri jika berbelanja, dan menghindari pembelian produk yang dikemas berlebihan.
Menjadi relawan kelompok bersih-bersih plastik juga merupakan hal yang populer, termasuk menyumbang ke lembaga nirlaba yang bergiat mengatasi polusi plastik. Dengan mulai maraknya start-up, jika menemukan solusi inovatif atau mendengar tentang upaya yang menangani polusi plastik, beri tahu teman dan kerabat, serta promosikan inisiatif tersebut di media sosial.
Pada dasarnya, tindakan individu sangat mendukung perubahan sistemik untuk bertransisi ke ekonomi yang tidak terlalu bergantung pada plastik. Karenanya, penting bagi politisi dan pengambil keputusan untuk terus diingatkan tentang kepedulian masyarakat akan masalah ini.
Sekecil apapun upaya yang kita lakukan pasti akan memberikan nilai positif di Bumi yang makin gering ini.