Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membenarkan dara pribadi Indonesia akan ditransfer ke Amerika Serikat (AS). Hal itu merupakan bagian dari kesepakatan penurunan tarif impor atau tarif resiprokal dari 32 persen menjadi 19 persen.
"Itu sudah disepakati kedua belah pihak, semua disepakati. (Soal peraturan ketenagakerjaan), itu juga tidak ada perubahan. Hanya minta comply dengan regulasi dan itu sudah kita lakukan," kata Airlangga.
Selanjutnya data tersebut akan dikelola oleh AS. Airlangga memastikan proses transfer data pribadi warga Indonesia serta pengelolaannya akan dilakukan dengan bertanggung jawab.
"Itu kan sudah semua. Transfer data pribadi yang bertanggung jawab dengan negara yang bertanggung jawab," ujarnya.
Saat memberikan keterangan yang dikutip pada Jumat 25 Juli 2025, Airlangga menjelaskan kesepakatan transfer data pribadi Indonesia warga akan tetap mengacu pada aturan dan kedaulatan hukum nasional, terutama dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Terkait data pribadi, sudah ada regulasinya di Indonesia. Jadi mereka hanya akan ikut protokol yang disiapkan oleh Indonesia, sama seperti protokol yang diberlakukan di Nongsa Digital Park," ucap Airlangga
Mantan Menteri Perindustrian ini menerangkan Indonesia dan AS tengah memfinalisasi perjanjian tarif resiprokal, termasuk terkait data pribadi. Finalisasi akan memberikan kepastian hukum yang sah bagi tata kelola data pribadi lintas negara.
"Jadi finalisasinya nanti bagaimana ada pijakan hukum yang sah, aman dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara (cross border)," ujarnya.
Airlangga menegaskan data yang diproses dalam kerja sama bukan data pemerintah, melainkan data masyarakat yang diunggah saat menggunakan layanan digital seperti email, Google, Bing, platform e-commerce, hingga sistem pembayaran internasional.
"Jadi sebetulnya data ini yang diisi masyarakat sendiri pada saat mereka mengakses program, tidak ada pemerintah mempertukarkan data secara government to government, tapi bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut bisa memperoleh data yang memperoleh consent dari masing-masing pribadi. Jadi tidak ada pertukaran data antar-pemerintah," imbuh Airlangga.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut selama ini data lintas negara telah digunakan dalam berbagai transaksi digital. Airlangga mencontohkan penggunaan kartu kredit internasional dan layanan berbasis komputasi awan atau cloud computing.
Itulah sebabnya menurut Airlangga Indonesia perlu membangun protokol perlindungan yang kuat.
"Selama ini kita sudah punya praktik pertukaran data saat transaksi pakai Mastercard atau Visa. Tapi semua dilakukan dengan sistem keamanan, seperti verifikasi OTP, KYC (know your customer), dan lainnya," jelasnya.