BI Pertahankan Suku Bunga Acuan BI7DRR 5,75 Persen

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan BI7DRR 5,75 Persen

Bank Indonesia mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,5 persen.

“Keputusan ini sebagai konsistensi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap rendah dan terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangan pers, Kamis (21/9/2023).

Menurut Perry, kebijakan moneter tetap difokuskan untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah sebagai langkah antisipasi dari dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit perbankan kepada dunia usaha melalui kebijakan insentif likuiditas makroprudensial dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata, dan pembiayaan inklusif dan hijau, yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 2023.

“Demikian pula, digitalisasi sistem pembayaran terus diakselerasi untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, BI menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh kuat sejalan dengan keyakinan masyarakat yang masih tinggi, termasuk generasi muda yang meningkatkan konsumsi jasa.

Begitu juga kinerja investasi dinilai baik oleh BI sejalan dengan berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional. Ekspor melambat seiring pelemahan permintaan global dan turunnya harga komoditas, di tengah ekspor jasa yang cukup kuat.

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh beberapa lapangan usaha sektor jasa, seperti perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, serta penyediaan akomodasi dan makan minum.

“Hasil survei Bank Indonesia terkini juga mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut, seperti keyakinan konsumen yang tinggi, penjualan eceran yang positif, indikator dini Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur yang berada di zona ekspansi, serta penjualan semen yang meningkat,” ujarnya.

Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2023 berada dalam kisaran proyeksi pada 4,5-5,3 persen. Bank Indonesia, menurut Perry, terus memperkuat sinergitas stimulus fiskal pemerintah dengan stimulus makroprudensial bank sentral untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan.

Di sisi lain BI menilai ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi. Pertumbuhan ekonomi global 2023 diprakirakan tetap sebesar 2,7 persen dengan kecenderungan ekonomi Tiongkok yang melambat dan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang semakin kuat.

Perlambatan ekonomi Tiongkok disebabkan oleh pelemahan permintaan domestik karena keyakinan konsumen, utang rumah tangga, dan permasalahan sektor properti, di tengah penurunan ekspor akibat perlambatan ekonomi global. 

Sementara kuatnya ekonomi AS didukung oleh konsumsi rumah tangga seiring dengan kenaikan upah dan pemanfaatan ekses tabungan (excess savings). Dalam pada itu, inflasi di negara maju masih tetap tinggi karena berlanjutnya tekanan inflasi jasa, keketatan pasar tenaga kerja, dan meningkatnya harga minyak.

“Perkembangan tersebut mendorong tetap tingginya suku bunga kebijakan moneter di negara maju, terutama Federal Funds Rate (FFR) AS, yang mengakibatkan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.”

Akibatnya, menurut Perry, tekanan aliran modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin tinggi, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com