Ini 5 Alasan Investor Asing Layak Investasi di Indonesia

Ini 5 Alasan Investor Asing Layak Investasi di Indonesia

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengajak investor asing menanamkan modalnya di Tanah Air karena lima alasan yang menarik.

“Indonesia stabil secara makroekonomi, moneter, dan stabilitas keuangan. Hal ini penting karena tidak ada investasi dan prospek bisnis apabila suatu negara tidak stabil," kata Perry dalam keterangan tertulis yang dipantau gbn.top, Jumat (29/9/2023).

Kelima alasan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, menurut Perry, pertama, pondasi makroekonomi yang stabil. Kedua, pertumbuhan yang tinggi. Ketiga, berlanjutnya reformasi struktural dan hilirisasi sumber daya alam.

Alasan keempat, digitalisasi ekonomi dan keuangan yang terakselerasi, dan kelima, pengembangan ekonomi inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, didukung juga oleh pasar dan konsumsi domestik yang luas, meluasnya sektor jasa dan meningkatnya ekonomi penduduk generasi milenial.

Imbauan Perry kepada investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia itu disampaikan dalam kegiatan promosi perdagangan yang dikemas dalam “Indonesia-Tiongkok Business Forum" di Beijing, Tiongkok pada pekan ini.

Pada kesempatan yang sama, Indonesia menawarkan kurasi proyek clean and clear (CnC) bagi investor Tiongkok di empat fokus sektor yakni energi terbarukan, proyek di kawasan IKN, infrastruktur transportasi dan industri kendaraan listrik.

Berdasarkan hasil kurasi sejumlah pihak termasuk BI, menurut Peryy, terdapat 16 proyek di antaranya energi panas bumi, pengolahan limbah, pabrik karet, pengembangan komoditas kakao, proyek jalan tol, monorel, smelter hingga industri mesin elektrik untuk kendaraan listrik.

“Harapannya, kegiatan promosi investasi ini secara konkrit akan mewujudkan kemitraan yang saling menguntungkan antardua negara,” ujarnya.

Menurut Perry, sebagai mitra dagang terbesar, kontributor investasi asing langsung kedua tertinggi, dan tiga besar sumber turis tertinggi Indonesia, Tiongkok perlu terus memperkuat hubungan bilateral dengan Indonesia.

Lebih lanjut Perry memaparkan baiknya performa makroekonomi Indonesia yang mencatat inflasi yang rendah dan diproyeksikan akan terus menurun, nilai tukar rupiah yang stabil, defisit fiskal yang terus mengecil serta meningkatnya pembiayaan perbankan.

Pada kesempatan tersebut, BI mendorong perluasan dan penggunaan mata uang lokal atau Local Currency Transaction (LCT) antarnegara dalam perdagangan, investasi, pasar keuangan, dan perbankan, serta transaksi pembayaran antarnegara.

Perry mengatakan BI berkesempatan memperkuat jalinan kemitraan ekonomi Indonesia dan Tiongkok melalui kampanye LCT transaksi dengan menggunakan mata uang lokal.

Mekanisme LCT ini diyakini akan mendorong kerja sama investasi dan perdagangan kedua negara. Kampanye secara langsung di negara mitra ini mendorong pemanfaatan LCS Indonesia-Tiongkok yang telah diimplementasikan sejak 6 September​ 2021 lalu.

Dalam kegiatan tersebut sejumlah event digelar antara lain Indonesia-Tiongkok Business Forum, Indonesia Night in Beijing yang diselenggarakan BI bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tiongkok, kerja sama BI dengan Bank Sentral Tiongkok, promosi proyek investasi, kuliah umum Gubernur BI yang disertai kerja sama BI dengan Tsinghua University, dan pertemuan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).

“Kegiatan tersebut hadir untuk penguatan kerja sama ekonomi Indonesia Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar Indonesia dalam dekade terakhir, termasuk sebagai ​ajang promosi investasi-perdagangan di Indonesia.”

Perry mengungkapkan, selain dengan Tiongkok, kerja sama LCT juga sudah diimplementasikan antara Indonesia dengan sejumlah negara di kawasan, yaitu Malaysia, Thailand, dan Jepang. Sementara itu, dengan Singapura dan Korea Selatan telah diperoleh kesepakatan bersama untuk membangun kerangka implementasi kerja sama LCT dengan Indonesia.

LCT sebagai mekanisme transaksi bilateral antara pelaku dengan mitra, menurut Perry, menggunakan mata uang setempat dalam bertransaksi, dalam hal ini yuan (CNY) maupun rupiah (Rp). Dengan kata lain transaksi LCT dapat menurunkan dependensi terhadap mata uang asing lainnya.

Saat ini LCT Indonesia Tiongkok yang inisiasinya telah dimulai sejak tahun 2017 telah melibatkan 16 bank di Indonesia dan 8 bank di Tiongkok. Kinerja LCT Indonesia-Tiongkok 2 tahun terakhir menunjukkan perkembangan positif baik dari segi volume maupun jumlah pengguna.

“Untuk mengoptimalisasinya, dalam kegiatan kampanye LCT di Tiongkok ini Gubernur BI mendorong komitmen pimpinan bank dan pelaku usaha untuk meningkatkan utilisasi LCT ke depan,” ujar Perry.

Masih dalam rangkaian kunjungan tersebut, BI dan People's Bank of China (PBOC) atau Bank Sentral Tiongkok menyepakati kerja sama di area kebanksentralan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan Gubernur People's Bank of China, Pan Gongsheng (27/9).

Kerja sama ini meliputi kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, stabilitas keuangan dan sistem pembayaran, termasuk inovasi digital dalam sistem dan jasa pembayaran, kerangka pengaturan dan pengawasan dalam konteks anti pencucian uang/pemberantasan pendanaan terorisme, serta bidang lain yang disepakati. Implementasi kerja sama akan dilaksanakan melalui dialog kebijakan, kerja sama teknis, pertukaran data/informasi, dan proyek bersama.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com