Pengamat ekonomi dan politik Anthony Budiawan mengatakan janji politik hanya omong kosong, bohong besar. Hal ini dikatakannya dengan mengungkit kembali janji politik Jokowi untuk berani setop impor pangan saat Pilpres 2014 seperti diberitakan antaranews.com pada 2 Juli 2014, yang kemudian diulas kembali faktanya oleh cnbcindonesia.com pada 14 Januari 2020.
"Pemilu dan Pilpres dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Janji manis politik diumbar. Dari janji swasembada pangan, stop impor pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, harga pangan murah dan terjangkau, dan segudang janji-janji manis lainnya," ungkit Anhtony dalam pesan singkatnnya yang diterima Redaksi GBN.top, Sabtu (20/01/2024)
"Setelah lima tahun berlalu, kondisi ekonomi petani sama saja. Bahkan lebih buruk. Lebih miskin. Janji politik hanya omong kosong. Bohong besar," tegas Managing Director Political Economy and Policy Study (PEPS) ini.
Pemerintah gagal total memenuhi janjinya, kata Anthony, dengan merujuk ke berita kompas.com (15/10/2023) dengan judul "Kontradiksi Janji Swasembada Jokowi dan Kebijakan Impor Beras".
"Diminta mundur malah lebih galak. Menuduh rakyat mau makar. Yang lebih memalukan, tapi tanpa rasa malu, malah minta tambah masa jabatan. Ditolak. Tapi memaksa. Anak belum cukup umur disodorkan. Dengan cara memanipulasi dan melanggar konstitusi pula," ungkap Anthony lagi.
Faktanya, ungkap Anthony lagi dengan merujuk ke Press Release Badan Pusat Statistik (BPS) pada 16 Oktober 2023, produksi beras malah turun, dan mendongkrak impor naik. Produksi Gabah Kering Giling atau GKG Indonesia pada 2023 hanya mencapai 53,63 juta ton, dari luas lahan panen 10,2 juta hektar, atau 5,26 ton per hektar. Dari jumlah Gabah Kering Giling tersebut hanya menghasilkan 30,9 juta ton beras. Dengan kata lain, konversi GKG menjadi beras hanya mencapai 57,6 persen (3,03 juta ton / 5,26 juta ton).
"Semua itu menunjukkan swasembada pangan hanya ilusi," tegas Anthony.
Menurut Anthony, impor beras Indonesia tahun 2023 mencapai 3,3 juta ton. Tertinggi sepanjang pasca reformasi. Kegagalan pengelolaan pangan terus berlanjut. Yang lebih menyedihkan bagi petani, pemerintah akan impor 2 juta ton beras lagi pada awal tahun 2024 ini.
Impor 3,3 juta ton beras pada 2023 setara dengan 10,7 persen dari hasil produksi beras nasional (30,9 juta ton).
Produktivitas tanaman padi Indonesia ini, ungkap Anthony dengan merujuk ke berita yang dikeluarkan en.vietnamplus.vn, pada Januari 2024, jauh lebih rendah dari Vietnam. Vietnam menghasilkan 43,5 juta ton Gabah Kering Giling pada 2023, dari luas lahan panen 7,1 juta hektar, atau 6,1 juta ton per hektar, sekitar 16 persen lebih tinggi dari Indonesia.
Anthony menambahkan, kalau saja Indonesia bisa menyamai produktivitas tanaman padi Vietnam, maka Indonesia tidak perlu impor beras. Tapi, faktanya tidak bisa. Yang bisa, hanya umbar janji kosong.
"Memang menyedihkan. Janji politik hanya sebatas harapan kosong," katanya.
"Pemilu 2014 janji swasembada pangan. Pemilu 2019 masih sama, janji swasembada pangan. Semua kandas. Hanya janji kosong, tanpa realisasi," ungkap Anthony lagi.
Pemilu 2024, sambung Anthony, malah lebih bersemangat lagi, penuh retorika, untuk janji yang masih sama. Semua bersuara lantang: swasembada pangan! Janji abadi yang sejauh ini tidak pernah terealisasi.
Faktanya, ungkap Anthony selanjutnya, petani terus bergelut dengan kemiskinan, dari satu pemilu dan pilpres ke pemilu dan pilpres berikutnya.
"Apakah presiden yang akan datang, 2024-2029, mampu memperbaiki nasib petani, meningkatkan kesejahteraan petani, secara signifikan? Misalnya, menaikkan pendapatan petani hingga dua kali lipat dalam waktu tiga tahun? Mampukah?" tanya pengamat ekonomi PEPS ini.
"Atau, periode lima tahun ke depan hanya menghasilkan estafet kegagalan dan kesengsaraan lagi bagi petani?" pungkasnya.