Koalisi Masyarakat Sipil menilai Presiden Joko Widodo beserta perangkat intelijennya tidak boleh dan tidak bisa menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantuan intelijen.
“Kami menilai hal ini merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia; Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi, Presiden beserta perangkat intelijenya menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantuan intelijen,” ungkap Imparsial dalam keterangan pers bertajuk Surveillance Terhadap Partai adalah bentuk Penyalahgunaan Intelijen Oleh Presiden Harus Diusut Tuntas, Sabtu (16/9/2023).
Imparsial bersama dengan PBHi, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, dan Setara Institute bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai tidak pantas dan tidak boleh Presiden Jokowi memantau, menyadap, mengawasi partai politik dan masyarakat sipil dengan menggunakan lembaga intelijen demi kepentingan politik Presiden.
Menurut Imparsial, partai politik dan masyarakat sipil adalah elemen penting dalam demokrasi sehingga tidak pantas dan tidak boleh Presiden memantau, menyadap, mengawasi kepada mereka dengan menggunakan lembaga intelijen demi kepentingan politik Presiden.
Imparsial mengutip Pasal 1 angka 1 dan 2 UU tentang Intelijen yang berbunyi: (Pasal 1 angka 1) Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
(Pasal 1 angka 2); Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.
“Kami memandang, pernyataan presiden tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya. Hal ini tidak bisa dibenarkan dan merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia,” ungkap Imparsial.
Persoalan ini, menurut Imparsial, merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen untuk tujuan tujuan politik Presiden dan bukan untuk tujuan politik negara. Pada hakikatnya, Lembaga intelijen di bentuk untuk dan demi kepentingan keamanan nasional dalam meraih tujuan politik negara dan bukan untuk tujuan politik presiden.
Pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadinya.
Dalam negata demokrasi, partai politik bukanlah ancaman keamanan nasional sehingga sulit untuk memahami apa alasan intelijen dikerahkan untuk mencari informasi terkait data, arah perkembangan partai politik. Hal ini jelas jelas merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen.
Peristiwa tersebut mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap hukum dan undang undang ( UU Intelijen, UU HAM, UU partai politik dll).
“Kami menilai ini merupakan bentuk skandal politik dan menjadi masalah serius dalam demokrasi sehingga wajib untuk diusut tuntas. Oleh karena itu sudah sehaptutnya DPR memanggil Presiden beserta lembaga intelijen terkait untuk menjelaskan masalah ini kepada publik secara terang benderang,” ungkap Imparsial.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku mengantongi data intelijen soal arah parpol. Hal itu disampaikan saat membuka acara rapat kerja nasional (rakernas) relawan Seknas (Sekretariat Nasional) Jokowi di Hotel Salak, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023).
Jokowi awalnya mengatakan ingin Indonesia menjadi negara makmur. "Tapi memang kepemimpinan itu sangat menentukan," kata Jokowi.
Kemudian Jokowi mengatakan tahu isi dalamnya partai politik saat ini seperti apa. Jokowi juga mengetahui arah para partai politik tersebut.
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu. Partai-partai seperti apa saya tahu, ingin mereka menuju ke mana saya juga ngerti," katanya.
Informasi partai politik yang diterima, menurut Jokowi sangat lengkap. Jokowi mendapatkan informasi partai-partai itu dari laporan intelijen dan lembaga intelijen.
"Informasi yang saya terima komplet dari intelijen saya ada BIN, dari intelijen di Polri ada, dari intelijen TNI saya punya BAIS dan informasi-informasi di luar itu, angka data, survei semuanya ada. Saya pegang semua dan itu hanya miliknya presiden karena langsung, langsung ke saya," ujar Jokowi.