Modal sosial Frans Aba sebagai seorang bakal calon gubernur NTT 2024-2029 kian meluas dan datang dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda pulau, suku, atau pun agama.
Ketika di Adonara, misalnya Frans mendapat dukungan masal dari umat dan warga di wilayah Adonara Barat terutama di desa Tobilota dan sekitarnya, termasuk masyarakat yang ada dalam wilayah paroki Baniona.
Lebih dari itu Frans juga mendapat dukungan dari tokoh lintas agama. Dari Desa Lamahala Jaya, Kec. Adonara Tumur, Kab. Flores Timur, Frans mendapat banyak simpati publik terutama dukungan langsung dari Bapak Muhammad Bapa Ense Alias Bapa "Wali Kota" Lamahala Jaya. Diketahui bahwa Bapa "Wali Kota" adalah tokoh masyarakat yang amat terpandang di desa nelayan padat penduduk yang mayoritas penduduknya beragama Muslim itu.
Pada momen tersebut wali kota menyatakan bahwa karena Frans Aba sudah sampai di rumahnya, maka itu berarti Frans sudah jadi bagian dari kelurganya. Sebab, rumah miliknya tersebut bukan rumah biasa. Itu bukan rumah untuk orang Lamahala tapi juga rumah untuk orang-orang besar. Semua orang yang mau buat hal besar kalau sudah dapat restu dalam rumah tersebut pasti berhasil tujuannya.
"Saya harus jujur bahwa waktu dengar telepon bahwa Frans Aba mau kunjung kami di Lamahala dan singgah di rumah ini, saya punya hati langsung tergerak. Karena itu, dengar baik-baik, saya Walikota Lamahala Jaya kalau sudah dukung Frans Aba jadi Gubernur, yakin pasti jadi. Saya Muslim, Bapa Frans Nasrani, tapi saya dukung karena saya percaya nanti Bapa Frans jadi Gubernur, beliau akan bantu juga orang-orang saya, keluarga saya, yang di sini Lamahala, di Pulau Ende, atau di mana saja. Saya yakin Bapa Frans akan bantu kita semua supaya hidup jadi lebih baik," ungkap Bapa "Walikota".
Menanggapi dukungan tersebut, Frans semakin yakin dan teguh dalam komitmennya bahwa perjalanannya mengunjungi titik-titik simpul masyarakat ini bukan sekadar perjalanan politik, tapi lebih dari itu perjalanan spiritual.
"Saya benar-benar tergugah dan tergugat dengan serangkaian peristiwa perjalanan dan kunjungan saya ke tengah masyarakat. Banyak dukungan yang di luar perkiraan saya, jauh lebih besar dari yang saya bayangkan. Karena itu ini saya anggap perjalanan ini sebagai panggilan politik, tetapi juga ziarah spiritual saya untuk menjadi pemimpin yang punya semangat sosial tinggi, punya empati terhadap kelompok minoritas, dan tentu saja inklusif untuk semua kelompok beragama," ungkap Frans.
Sebelum pamit dari rumah barunya tersebut Frans sekali lagi menegaskan bahwa, "saya harus dan akan terus membangun serta mengokohkan jembatan toleransi, serentak membentuk jejaring inklusif yang melibatkan di dalamnya semua tokoh penggerak masyarakat, termasuk di dalamnya tokoh agama. Dengan demikian, persoalannya adalah bukan siapa mayoritas dan siapa minoritas, bukan siapa yang seagama atau bukan, tetapi yang terutama adalah siapa yang menderita dan siapa yang layak diberi sentuhan kebijakan konstruktif berkelanjutan," tegas Frans.