Indonesia harus menderita kerugian sekitar 36,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp551 triliun. Hal ini akibat 48 juta ton makanan terbuang setiap tahunnya. Kondisi tersebut menjadi sorotan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.
Saat menghadiri Forum United Nation Food Systems Summit (UNFSS) +2 Stocktacking Moment di Roma, Italia, seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis 27 Juli 2023 Arief mengatakan kerugian akibat makanan terbuang harus dicegah. Salah satunya melalui gerakan stop boros pangan.
"Dengan estimasi kerugian yang ditimbulkan dari adanya sampah pangan tersebut, tentunya harus kita cegah dengan memanfaatkan pangan yang berpotensi terbuang melalui gerakan setop boros pangan," ujar Arief.
Dalam pernyataannya, Arief menekankan Indonesia menaruh perhatian serius pada penyusutan pangan (food loss). Menurut Arief masalah sampah makanan (waste) bisa berdampak pada ketahanan pangan dan gizi.
Terlebih sudah ada peringatan tentang ancaman krisis pangan global dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO).
"Sangat penting bagi setiap negara untuk mencegah dan mengurangi food loss and waste. Sekitar 14 persen dari total produksi pangan global mengalami penyusutan (food loss) , dan 17 persen pangan terbuang percuma karena perilaku boros pangan (food waste)," ungkapnya.
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Rajawali Nusantara Indonesia ini menilai perlu kolaborasi global untuk menekan pemborosan pangan. Salah satu yang harus diperhatikan menurut Arief adalah pada tahap konsumsi. Pasalnya berdasarkan mata rantai produksi pangan, tahap konsumsilah yang paling berpengaruh dalam food loss and waste.
"Dalam menghadapi isu food loss and waste, Indonesia telah mengidentifikasi beberapa kebijakan, antara lain dengan mengubah perilaku, peningkatan support system, penguatan regulasi, optimalisasi pendanaan, pemanfaatan food loss and waste, pengembangan kajian, serta pendataan food loss and waste," ujarnya.
Arief menyebut ada 3 kelompok pelaku yang harus berkolaborasi untuk cegah food loos and waste, pertama, para penyedia makanan atau donator. Kelompok ini terdiri dari restoran, hotel dan retail dan penjual makanan lainnya.
Kelompok kedua adalah organisasi sosial yang menjadi food hub yang bertugas menghubungkan penyedia atau donor makanan dengan kelompok penerima. Masuk dalam kelompok ini, FoodBank of Indonesia, Yayasan Surplus, Badan Amil Zakat Nasional, dan lain-lain.
"Terakhir adalah kelompok penerima manfaat yang tengah menghadapi masalah kekurangan pangan di antaranya anak-anak, lansia, panti asuhan dan pihak-pihak yang membutuhkan," tutur Arief.
Mantan Dirut PT. Food Station Tjipinang Jaya ini menuturkan pemerintah telah menyediakan dan memfasilitasi kendaraan logistik pangan untuk pendistribusian pangan berlebih dari pendonor ke penerima manfaat.
Setidaknya 27 ton kelebihan pangan telah distribusikan kepada kelompok ketiga di Jakarta sejak Desember 2022 hingga Februari 2023.
Arief menambahkan pihaknya akan terus memperluas pendistribusian ke berbagai wilayah. Tindakan tersebut diharapkan membawa dampak positif bagi ketahanan pangan.
"Tidak kurang dari 27 ton pangan berlebih telah didistribusikan kepada kelompok penerima manfaat di Jakarta sepanjang Desember 2022-Februari 2023. Ini tentunya akan kita perluas ke berbagai wilayah sehingga gerakan ini terus bergulir dan berdampak positif pada ketahanan pangan kita," ungkap Arief.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) total sampah makanan Indonesia mencapai 23 juta hingga 48 juta ton per tahun pada periode 2000 hingga 2019.
Jika tidak terbuang, makanan tersebut bisa menghidupi 61 juta - 125 juta orang. Jumlah tersebut setara dengan 29 - 47 persen penduduk Indonesia.