Pemerintah Belanda akan memulangkan ratusan artefak budaya yang diambil dari Indonesia selama 350 tahun penjajahannya di Tanah Air, menandai upaya signifikan untuk mengatasi masalah warisan kolonial negara tersebut.
Pemerintah Belanda mengumumkan secara rinci rencana pengembalian 478 barang budaya penting ke Indonesia dan Sri Lanka.
Benda-benda tersebut termasuk 'harta karun Lombok' yang berisi 335 emas dan perak yang dijarah oleh pasukan Belanda dari Pulau Lombok pada tahun 1894.
Selain itu, empat patung dari Singosari, kerajaan Hindu Jawa di Jawa Timur dari abad ke-13, sebuah keris (belati) keramat dari Klungkung di Bali, dan 132 benda seni modern dari koleksi Pita Maha akan dikembalikan ke negara asalnya.
Perampasan barang-barang ini dikaitkan dengan perpanjangan paksa penjajahan Belanda di Indonesia. Harta karun Lombok, misalnya, dijarah setelah pasukan kolonial menumpas pemberontakan di pulau tersebut, yang berujung pada penghancuran istana kerajaan dan pembantaian ratusan pasukan.
“Benda-benda itu dibawa secara tidak sah ke Belanda selama masa kolonial, diperoleh dengan paksaan atau penjarahan,” kata pemerintah Belanda dalam pernyataannya seperti dilaporkan portal Qonversations yang dipantau gbn.top.
Keputusan untuk memulangkan artefak dibuat oleh Menteri Kebudayaan dan Media Belanda, Gunay Uslu, menyusul rekomendasi Komite Penasehat Pemerintah Belanda tentang Pengembalian Benda Budaya dari Masa Penjajahan. Panitia juga meninjau permintaan lebih lanjut dari Indonesia, Sri Lanka, dan Nigeria.
Beberapa barang yang dijarah dari Sri Lanka, seperti meriam bertabur hiasan yang pernah digunakan oleh Raja Kandy, juga akan dikembalikan. Meriam tersebut konon jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1765 saat penaklukan kerajaan dataran tinggi Sri Lanka.
Artefak tersebut, yang saat ini disimpan dalam koleksi Museum Nasional Budaya Dunia dan Rijksmuseum, dialihkan kepemilikannya kepada Indonesia di Leiden pada 10 Juli.
Menteri Uslu menggambarkan pengumuman itu sebagai “momen bersejarah” bagi Belanda, memandangnya sebagai yang pertama kali Belanda mengindahkan rekomendasi Komite untuk mengembalikan barang-barang yang dibawa secara ilegal ke negara itu.
Dia menambahkan bahwa langkah tersebut menandakan dimulainya periode kerja sama yang lebih erat dengan Indonesia dan Sri Lanka di berbagai bidang seperti penelitian bersama, presentasi, dan pertukaran antar museum.
Pemulangan ini merupakan bagian dari inisiatif yang lebih luas oleh Belanda untuk mengatasi pelanggaran kolonial yang dilakukan di Hindia Belanda.
Pada bulan Mei, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte sepenuhnya mengakui tanpa syarat bahwa kemerdekaan Indonesia dimulai pada tanggal 17 Agustus 1945, bertentangan dengan pengakuan Belanda sebelumnya atas kemerdekaan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.
Pergeseran simbolis ini mengakui legitimasi perang brutal selama empat tahun yang dilakukan oleh kaum revolusioner Indonesia melawan Belanda setelah Perang Dunia II. Konflik tersebut mengakibatkan sekitar 100.000 kematian di pihak Indonesia, dibandingkan dengan sekitar 5.300 di pihak Belanda.
Belanda pertama kali mengeluarkan permintaan maaf yang luas atas pembunuhan massal yang dilakukan oleh pasukannya di Indonesia pada tahun 2013, yang diikuti oleh laporan perang kemerdekaan yang mengungkapkan dukungan negara Belanda atas eksekusi dan penyiksaan di luar hukum. Rutte sejak itu meminta maaf kepada Indonesia atas “kekerasan berlebihan” yang dilakukan oleh Belanda.
Saat upaya penebusan dosa atas penjajahan yang sangat eksploitatif selama beberapa dekade yang dinilai sebagai upaya yang penting, pemulangan benda-benda penting secara budaya yang disita di bawah paksaan merupakan langkah progresif menuju rekonsiliasi.