Budayawan Erros Djarot mengajak bangsa Indonesia untuk mendefinisikan makna pribumi dengan pendekatan baru. Pribumi bukan berdasarkan ras, tapi siapapun yang memiliki loyalitas, integritas, pengabdian, komitmen terhadap Pancasila, UUD 45, bendera Merah Putih, kebhinekaan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Saya nyatakan dari Sabang sampai Merauke, terimalah mereka saudara-saudara kita [WNI keturunan Tionghoa] sebagai keluarga sebangsa se-Tanah Air yang layak kita sejajarkan sebagai pribumi. Mereka punya hak perdata yang sama,” kata Erros.
Erros mengatakan hal itu saat memberikan sambutan pada deklarasi organisasi Perhimpunan Bhinneka Tionghoa Nasionalis Indonesia (BTNI) yang bertepatan dengan perayaan ke-78 Hari Kemerdekaan Indonesia di aula gedung Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN), Kamis (17/8/2023). Turut hadir juga Ketua MPR Bambang Soesatyo, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Soekarwo, dan sejumlah tokoh nasional.
Vincent Jaya Saputra, tokoh muda Tionghoa terpilih sebagai Ketua Umum BTNI, periode 2023 - 2028. Vincent dikenal sebagai pengusaha yang aktif berkiprah di dunia pendidikan, dialog lintas agama dan perdamaian.
Erros yang juga Ketua Dewan Pertimbangan BTNI, mengatakan kenapa masih muncul sentimen anti WNI keturunan Tionghoa, karena memang ada sejarahnya. Tapi itu masa lalu. Namun kalau dibiarkan seperti ini kapan mereka jadi Indonesia. “Kita harus ubah ini. Menjadi Indonesia adalah hak seluruh warga negara. Masih banyak warga negara kita, bahkan pejabat yang masih belajar menjadi Indonesia.”
Erros menyebutkan sejumlah tokoh keturunan Tionghoa justru turut serta secara aktif memerdekakan Indonesia seperti Lie Eng Hok, pendiri koran berbahasa China, Sin Po, dan tercatat sebagai pejuang pers pertama.
Mereka sekalipun memiliki ras Tionghoa tapi jiwanya patriotik, pejuang. Namun pemerintah sekarang mengkotakkan keturunan Tionghoa, selain bisa diperas, nanti kalau ada huru-hara, mereka yang tinggal di Glodok yang tidak tahu apa-apa ditimpukin, jadi sasaran untuk dibakar. “Tapi yang kaya lari ke luar negeri.”
Erros mengungkapkan selama rapat pembentukan BTNI, warga keturunan Tionghoa yang hadir jauh lebih nasionalis dari teman-temannya yang ada di DPR.
Namun Erros juga memperingkatkan warga Tionghoa lain yang jumlahnya 0,001 persen yang memiliki harta yang luar biasa, jutaan hektar lahan, untuk tidak memecah belah bangsa Indonesia. “Ingat nenek moyangmu datang pakai getek, pakai kaos oblong, jangan coba-coba kalian memecah belah bangsa kami hanya karena kalian punya uang banyak.”
Sebagai Ketua Dewan Pertimbangan BTNI, Erros mengajak pengurus dan anggota lembaga tersebut untuk tidak suka kepada kelompok yang sering disebut sebagai mafia dan oligarki.
Bambang Soesatyo, saat memberikan sambutan, mengutip pernyataan Presiden Pertama RI Sukarno di sidang BPUPKI bahwa Indonesia yang dicita-citakan adalah Indonesia yang harus mampu mewakili seluruh elemen bangsa yang telah berjuang, entah itu keturunan Tionghoa, Arab, Jawa, Madura, dan seterusnya.
“Hari ini sebenarnya tidak bisa lagi kita berdebat, bertengkar, mempersoalkan perbedaan agama, ras, dan suku karena kita hari ini merasa satu yang namanya Indonesia,” ujar Bambang yang didaulat menjadi Ketua Dewan Penasehat BTNI.
Pada kesempatan yang sama, Vincent mengatakan Indonesia akan maju menjadi negara terbesar keempat di dunia jika ada sinergi, kebersamaan, ada ekosistem tertentu, tidak jalan sendiri-sendiri. “ekonomi jalan sendiri, politik jalan sendiri, pendidikan jalan sendiri. Semua itu harus diintegrasikan jadi satu.”
Namun untuk terintegrasi menjadi satu, menurut Vincent, harus ada dasarnya yakni masyarakat sipil yang kuat. Ia mengutip sila kelima Pancasila yang berbunyi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang harus diwujudkan jika ingin menjadi negara maju dan dapat dikelola dengan baik.
Mengenai kehadiran BTNI, Vincent mengatakan ia diingatkan seorang teman agar kehadiran BTNI jangan menjadi wadah dan membuat politik identitas semakin kuat. Dia menyakinkan hal itu tidak akan terjadi karena ada kata bhinneka dan nasionalis di dalam nama organisasi yang dipimpinnya.
Vincent menyatakan, BTNI adalah wadah untuk membangun persatuan dan menggalang kerjasama di bidang sosial, ekonomi, seni dan budaya. "BTNI berkomitmen mendukung semangat Bhinneka Tunggal Ika, bersifat inklusif, kreatif, dan inovatif."
Vincent menambahkan, BTNI akan berperan aktif memperkokoh persatuan dalam keberagaman Indonesia. "Kami siap bekerjasama dan berkolaborasi dengan beragam instansi dan organisasi, dari dalam maupun luar negeri, untuk mendukung pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia."
Untuk program jangka pendek, tambah Vincent, BTNI akan memfasilitasi upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi anggota sesuai bidang profesi masing-masing. BTNI berrencana mendirikan cabang di berbagai wilayah Indonesia serta perwakilan di luar negeri.