Ekonomi Indonesia semakin melambat pertumbuhannya, dari 8% pasca krisis ekonomi 1990-an tinggal menjadi 4% saat ini. Indikasinya adalah tidak terciptanya lapangan kerja yang bermutu.
Pertumbuhan yang ada justru di sektor (pekerja) informal yang tidak ada jaminan kepastiannya.
Ironisnya, jumlah orang kaya di Indonesia makin banyak. Jumlah orang super-kaya, dengan kekayaannya di atas satu juta dolar, terus meningkat, mencapai 171.000 pasca pandemi.
Pada saat yang sama, hampir dua pertiga rakyat (60%) ada di kategori “miskin atau rentan miskin”. Sebanyak 90% warga pemilik rekening di bawah 100 juta, tabungannya terus tergerus.
Dalam situasi seperti ini, pemerintahan terobsesi dengan kemajuan, laiknya negara maju, dengan membangun proyek prestisius seperti KA cepat dan IKN.
Apakah ini indikasi salah diagnosis ekonomi, praktik ekonomi “penguasa-pengusaha”, salah policy, atau konsekuensi dari politik oligarki? Bagaimana upaya untuk memperbaiki?
Ikuti Bincang Bhinneka bersama Erros Djarot dan pengamat ekonomi Faisal Basri.