Mantan Wamenkumham Denny Indrayana mengklaim mendapatkan informasi mengenai akan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal sistem pemilu legislatif yang akan diubah dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup alias coblos partai.
Sontak pernyataan Denny tersebut menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat, memunculkan pro kontra, dan mendapat penolakan keras dari sejumlah fungsionaris partai. Bahkan sejumlah fraksi di DPR mengancam akan mencabut kewenangan MK dengan mengubah UU tentang MK jika ngotot mengubah sistem pemilu.
Untuk membahas masalah tersebut, gbn.top mewawancarai politisi senior Zulfan Lindan (ZL). Berikut petikannya:
gbn.top: Saat ini sedang ramai tanggapan atas pernyataan mantan Wamenkumham Denny Indrayana bahwa MK akan memutuskan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Apakah sistem pemilu proporsional tertutup lebih baik?
ZL: Kalau saya melihat hal itu sama saja, mau tertutup atau terbuka. Toh pada akhirnya yang menentukan caleg itukan partai politik itu sendiri.
Secara terbuka, misalnya, ada kekhawatiran kader-kader partai yang diunggulkan tidak akan terpilih. Kader-kader partai yang memang diharapkan terpilih sebagai calon anggota DPR, kekhawatiran partai di situ karena akan kalah suara dengan, misalnya, artis atau tokoh-tokoh lain yang baru masuk dan dicalonkan oleh partai politik.
Kalau tertutup itu kan diharapkan kader–kader partailah yang akan terpilih jadi anggota DPR.
Artinya kembali lagi kepada partai politik itu sendiri. Memang kalau kita mau konsisten, mengharapkan partai-partai itu berkualitas di dalam parlemen, maka dengan sistem tertutup itu mereka yang lebih tahu siapa yang sebenarnya diharapkan bisa memperjuangkan aspirasi partai dan aspirasi rakyat.
Sementara kalau kita bicara terbuka bisa saja orang yang tidak memahami persoalan-persoalan bangsa dan negara, tapi mereka lebih popular di masyarakat, maka merekalah yang akan terpilih.
Jadi sebenarnya partai politik itu kalau dia juga pakai sistem terbuka tetapi mencalonkan semua kader-kader partainya tanpa di situ ada orang-orang popular, itu kan bisa juga. Persoalannya, partai itu takut kalah. Partai itu takut kalah ketika mereka tidak mencalonkan public figure.
gbn.top: Ditinjau dari kepentingan peningkatan kualitas demokrasi, pilihan mana yang lebih mendukung ke arah tersebut, tertutup atau terbuka?
ZL: Kalau kita bicara pilihan kualitas demokrasi, maka kita harus pilih [sistem proporsional] tertutup karena partai pasti akan mencalonkan kader-kadernya yang selama ini sudah mereka seleksi untuk memang mampu melakukan hal-hal taktis dan strategis yang sudah diputuskan partai.
gbn.top: Artinya, kalau MK jadi memutuskan sistem proporsional tertutup maka hal itu sesuai dengan semangat meningkatkan kualitas demokrasi?
ZL: Iya, kalau terbuka kan kita tidak bicara apakah orang itu memahami apa yang menjadi taktis dan strategis program-program partai. Mereka duduk di parlemen dan mereka harus belajar lagi kalau mereka menjadi anggota DPR.
Nah itu yang kita lihat sekarang. Hanya satu dua orang-orang yang kita sebut publik pigure itu yang betul-betul bisa hadir di tengah-tengah DPR kita.
gbn.top: Pemilu 2024 sebentar lagi, apakah KPU dan parpol siap dalam waktu yang terbatas ini jika diputuskan sistem proporsional tertutup. Apakah secara kualitas demokrasi bisa diperbaiki dalam waktu yang singkat ini?
ZL: Saya kita waktu masih ada. kita kan sekarang baru DCS [daftar calon sementara anggota legislatif] caleg. Kemudian ketika dikembalikan KPU kepada partai untuk menjadi calon tetap, partai bisa mengusulkan lagi siapa calon tetap yang mereka usulkan. Berbeda dengan DCS yang sekarang yang diajukan dengan sistem terbuka. Tetapi ketika proses ini sedang berlangsung tiba-tiba MK memutuskan pemilu sistem tertutup, kan masih bisa melakukan perubahan.
gbn.top: Apakah sistem proporsional tertutup lebih menguntungkan bagi partai besar yang sudah lama bercokol dibandingkan partai kecil, bahkan yang baru mendaftar untuk Pemilu 2024? Apakah penolakan oleh delapan fraksi di DPR dapat diartikan bahwa mereka dirugikan jika MK mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup?
ZL: Partai-partai yang delapan [fraksi] itu kalau mereka sudah siap sebagai suatu partai politik yang berkualitas, berbobot, yang memang mereka sudah punya kader selama ini yang mereka bina, saya kira tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan kalau sistem tertutup dilakukan. Kecuali selama ini partai-partai itu tidak melakukan pengkaderan, tidak melakukan persiapan siapa yang akan menjadi anggota DPR. Akhirnya mereka comot sana, comot sini. Itu yang bahaya.
gbn.top: Jadi kekhawatiran mereka tidak beralasan? atau memang mereka tidak siap karena mereka partai yang besar bukan dari pengkaderan yang bagus, tapi dari public figure?
ZL: Artinya, selama ini sistem pendidikan politik dan pengkaderan di partai itu tidak jalan. Kalau sistem pengkaderan dan pendidikan politik itu jalan, mereka tidak akan khawatir sistem apapun yang akan dipakai.
gbn.top: Anda sendiri secara pribadi cenderung memilih sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka?
ZL: Saya [memilih] tertutup kalau bicara dari segi kepentingan partai. Pengalaman kita menunjukkan bahwa banyak program-program partai, atau taktik dan strategi yang diputuskan oleh partai, dengan sistem terbuka itu agak semakin sulit untuk diwujudkan.
Dengan sistem tertutup kader-kader dididik. Mereka disiapkan untuk menjadi caleg yang akan memperjuangkan program dan rencana-rencana partai. Itu lebih bagus dari segi demokrasi dan kualitas DPR itu sendiri.
gbn.top: Apakah kalau MK memutuskan sistem pemilu proporsional menjadi tertutup merupakan sikap MK untuk turut membangun demokrasi yang berkualitas atau ada ‘titipan’?
ZL: Iyalah, mereka [MK] pasti akan mempertimbangkan dari berbagai masukan. Kalau secara titipan mereka harus mengikuti [keinginandelapan partai yang lebih mayoritas. Tapi mereka melihat bukan persoalan kuantitas tapi lebih pada kualitas demokrasi itu sendiri.
gbn.top: Sejumlah petinggi parpol mengeluarkan semacam ancaman jika MK memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup karena hal itu dapat menimbulkan chaos. Apakah hal ini merupakan tekanan agar MK tetap mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka?
ZL: Saya kita tidak lah. Kalau untuk chaos di Indonesia ini terlalu jauhlah. Siapa sih yang siap melakukan chaos? Semua kan hanya bicara-bicara di media sosial, bicara di TV atau di media-media online. Untuk ke arah chaos itu jauhlah.
gbn.top: Apakah kalau MK memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup merupakan pilihan terbaik untuk Indonesia dan demokrasi yang lebih berkualitas?
ZL: Iya saya kira begitu, partai harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menentukan kader mereka di DPR.
gbn.top: Kira-kira apa yang akan terjadi pada para caleg kalau nanti diputuskan sistem pemilu proporsional tertutup?
ZL: Kalau caleg-caleg yang sudah diajukan sebagai daftar calon sementara, mereka memang adalah kader partai politik yang sudah disiapkan, itu kan tidak menjadi masalah.
Tapi kader-kader yang lompat pagar yang mengandalkan popularitas dan uang, mereka itu akan menjadi masalah. Artinya, mereka berpikir sudah keluar uang, tapi partai yang menentukan. Itu yang menjadi problem bagi mereka.
Jadi menurut saya bagus juga ini. Selama ini dengan sistem terbuka pertarungan itu kan keras di antara caleg satu partai. Caleg sesama partai itu saling berantem sendiri, saling berebut suara sendiri. Tapi kalau dengan sistem tertutup, itu betul-betul bertarung antar partai, bukan internal partai
gbn.top: Jadi sistem pemilu proporsional tertutup sehat untuk demokrasi, dan calon-calon yang hanya mengandalkan popularitas dan kekuatan modal akan terseleksi dengan sendirinya?
ZL: Iya, karena demokrasi kita itu sudah memutuskan, bahwa demokrasi kita diwakili oleh partai politik. Kalau kita mengebiri lagi peran partai politik di sini, berarti partai politik itu lemah. Dengan sistem tertutup partai politik menjadi kuat.