Bagaimana memahami dan menyikapi kontroversi soal "ijazah palsu" Jokowi secara nalar? Karena ini soal ijazah, sebaiknya menggunakan pendekatan ilmiah. Dengan memakai pendekatan filsafat atau sains.
Meminjam filsafat Immanuel Kant, kita perlu membedakan antara:
- Fenomena (kontroversi)
- Noumena (asli atau palsu ijazahnya)
Sepertinya kita tidak akan bisa tahu noumena (das ding ansich) ijazah Jokowi, di era kekuasaan politik saat ini. Jokowi dan UGM terlihat tidak serius merespon kontroversi ini secara tuntas dan terbuka. Tentu saja bisa dimaklumi, dua pihak ini adalah pelaku dan penyerta dari "kejahatan" penggelapan info soal ijazah ini -- jika memang ijazah itu palsu.
Tapi kita bisa punya sikap pada fenomena (kontroversinya) yang sesungguhnya sederhana, mudah dibuktikan salah benarnya. Jokowi bersama UGM tinggal memperlihatkan ijasah asli. Barack Obama melakukan hal ini, menunjukkan bukti Sertifikat Kelahiran asli, ketika ada tuduhan dia tidak lahir di Amerika. Kasus selesai tuntas, sesepele itu. Ini prinsip ilmiah berbasis-bukti (evidence-based) untuk menyelesaikan kontroversi.
Tapi karena si tertuduh, Jokowi dan UGM, ogah menyelesaikan kontroversi secara ilmiah berbasis-bukti, polemik terus berlarut. Maka kita bisa memakai pendekatan ilmiah berikutnya: prinsip "Occam's Razzor" . Penjelasan yang paling valid itu pasti sederhana, tidak rumit. Dalam hal ini, prinsip yang benar berani bersuara yang salah banyak berkelit, mengaburkan, cari dalih, dan alasan.
Jadi bagaimana sebaiknya bersikap jika kita tidak tahu "noumena" asli-palsu ijazah Jokowi? Ada dua kategori sikap:
1. Pada noumena, kita boleh berikap skeptis, abu-abu, atau netral, tidak menghakimi, (tentang asli palsu ijazah Jokowi)
2. Pada fenomena, kontroversi nya, sebagai civil society dan intektual, kita harus jelas dan tegas bersikap: menuntut transparansi Jokowi dan UGM. Atau meminta dibentuk Tim fact-finding untuk mengungkap kasus hingga tuntas.. tas.. tas.. tas..