Politik Dinasti dan Partai Sepuh Indonesia

PSI tidak layak mengidentifikasi diri sebagai partai kaum muda. Karena tidak lazim kaum muda cuma membebek dan memainkan skenario politik status quo.

Ilustrasi: Muid/ GBN.top

Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi, resmi menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), periode 2023 - 2028. Keputusan mendadak itu ditetapkan dalam acara Kopi Darat Nasional PSI, Senin lalu, cuma dua hari setelah Kaesang bergabung dengan partai ini. Satu prestasi yang pantas dicatat dalam Guinness World Record, karena belum pernah ada presedennya.

Bergabungnya Kaesang ke PSI terasa mengagetkan, mengingat Jokowi dan keluarganya sukses meniti karir politik di PDIP. Hanya ada satu penjelasan atas manuver itu, mengonfirmasi dukungan Jokowi kepada Prabowo. Jokowi tidak lagi bermain politik dua kaki, melainkan satu kaki: berupaya menancapkan kaki untuk merintis politik dinasti.

Terjunnya Kaesang ke politik, mengikuti kakak dan iparnya, mengonfirmasi upaya Jokowi untuk membangun dinasti. Setelah sukses membawa Gibran Rakabuming, putra sulung, dan Bobby Nasution, menantu, masing-masing menjadi Wali Kota Solo dan Medan.

Gibran (35 tahun), Bobby (32), dan Kaesang (29) adalah "the three musketeers" yang akan menjadi ujung pedang untuk mewujudkan dinasti politik Jokowi. Siap bertarung atau berkoalisi dengan dinasti politik lain yang sudah lebih dulu eksis.

Setelah kandas dengan manuver tiga periode atau tunda pemilu, Jokowi melanjutkan petualangan politiknya dengan cawe-cawe. Menjadi mak comblang, memasangkan Ganjar--Prabowo (atau Prabowo--Ganjar) sebagai the dream team capres-cawapres.

Namun upaya itu tidak mudah. Vested interest untuk melanjutkan legasi kepemimpin dan ambisi membangun dinasti, menjadi faktor penghambat terwujudnya perjodohan politik itu. Jokowi bersiasat untuk memperkuat posisi tawarnya vis a vis Megawati, dalam perjodohan politik yang komplikated itu.

Menyodorkan Gibran menjadi cawapres Prabowo, dan memasang Kaesang menjadi Ketua Umum PSI, jelas menambah komplikasi. Relasi politik antara Jokowi dengan Megawati semakin kikuk. Gelagat yang terlihat justru kuat terkesan ada persaingan dibalik layar antara bakal-dinasti-Jokowi dengan established-dinasti-Megawati.

Jokowi sadar, tidak mungkin bisa membangun dinasti politik di PDIP. Maka, berpetualang ke partai lain adalah pilihan logis. Berkonspirasi dengan Partai Gerindra dan PSI untuk memuluskan skenario kedinastian perlu dirancang. Anggaplah alur skenario berikut ini sebagai pengandaian:

Pasal yang mengatur batas usia capres-cawapres (usulan PSI) berhasil direvisi di Mahkamah Konstitusi. Sehingga Gibran memenuhi syarat berpasangan dengan Prabowo. Berkat dukungan PSI--partainya kaum muda-- besarnya ceruk pemilih milenial dan Gen-Z di Pemilu 2024 memenangkan Prabowo-Gibran. Di sisi lain, suara untuk Gerindra dan PSI meningkat berkat coat-tail effect, mendompleng popularitas Jokowi.

Dengan kemenangan itu, Presiden Prabowo menghibahi Jokowi menjadi ketua umum--atau ketua dewan pembina--Gerindra. Gibran dan Bobby Nasution, kemudian juga bergabung ke Gerindra. Praktis Gerindra dan PSI menjadi cangkang politik bagi lahirnya Dinasti Jokowi.

Skenario tersebut boleh jadi terlampau imajinatif. Tapi dalam kultur politik di Indonesia, berbagai kemungkinan atau keanehan bisa terjadi. Perilaku parpol dan politisi (juga relawan) menunjukkan Indonesia sudah semakin menjadi Banana Republic, Republik Pisang. Dan PSI secara harfiah sudah menjadi "Parpol Pisang". Bukan kebetulan jika Kaesang yang kocak kini menjadi ketua umumnya, karena sebelumnya ia memang dikenal sebagai "juragan pisang".

Di dunia nyata, PSI tidak layak mengidentifikasi diri sebagai partai kaum muda. Karena tidak lazim kaum muda cuma membebek dan memainkan skenario politik status quo. Perilaku PSI jelas bertentangan dengan etos politik-progresif kaum muda yang berorientasi perubahan. Cilaka bangsa ini, jika kaum muda berpikiran regresif dan involusi dalam berpolitik ala PSI. Sebaiknya PSI ganti singkatan menjadi "Partai Sepuh Indonesia". Karena walau mayoritas anggotanya muda usia, PSI terasa pini-sepuh, tua-renta, pemikiran dan perilaku politiknya.

Kalau ingin serius berkarakter sebagai partainya kaum muda, PSI perlu belajar dari kisah sukses Move Forward Party (Partai Maju Kedepan) Thailand. Partai yang tahun ini berhasil menang pemilu di Thailand secara elegan, dengan menawarkan platform dan agenda perubahan: demiliterisasi, demonopolisasi, dan desentralisasi.

Move Forward Party berhasil menggalang suara kaum muda, dan sukses menantang kekuasaan junta militer dan budaya politik monarki di Thailand. Mereka adalah partai kaum muda yang sesungguhnya. Bukan seperti "Partai Sepuh Indonesia", yang berpolitik hanya dengan nebeng popularitas, untuk mengukuhkan politik dinasti.

Pemimpin Redaksi
Jurnalis Senior, Kolumnis

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com